Senin, 14 Desember 2015

HIDUP SELAMAT





SELAMAT DUNIA AKHIRAT ?

عن أنس رضي الله عنه قال : (( أتى النبي صلى الله عليه وسلم رجل فقال : يا رسول الله ، أي الدعاء أفضل ؟ قال : « سل الله العفو والعافية في الدنيا والآخرة » ، ثم أتاه الغد فقال : يا نبي الله ، أي الدعاء أفضل ؟ قال : « سل الله العفو والعافية في الدنيا والآخرة ، فإذا أعطيت العافية في الدنيا والآخرة فقد أفلحت » ))
Dari Anas RA berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, doa apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Mohonlah kepada Allah ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat!” Keesokan harinya laki-laki itu kembali datang kepada Nabi SAW dan berkata: ‘Wahai Nabiyullah, doa apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Mohonlah kepada Allah ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat! Jika engkau telah dkaruniai keselamatan di dunia dan akhirat, niscaya engkau telah beruntung.”

Muqaddimah
Manusia terbagi menjadi tiga kelompok atau tingkatan, selain kelompok yang dimuliakan oleh Allah. Kelompok yang dimuliakan oleh Allah adalah orang-orang yang masuk surga tanpa hisab.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW menyebutkan, Allah memberitahukan kepadanya bahwa pada hari kiamat, ada sekitar 70 ribu orang dari kalangan umatnya yang masuk surga tanpa hisab. Setiap satu orang membawa 1000 orang. Dalam riwayat lain disebutkan, setiap satu orang membawa 70 ribu orang dan tiga hatsiyat Allah semesta alam. Ketika ditanya mengenai ciri-ciri mereka, beliau menjawab, “Mereka tidak menghambakan diri dan tidak mau juga diperbudak, mereka tidak percaya pada pertanda-pertanda sial dan hanya kepada Tuhan mereka sajalah meraka bertawakal.” (HR MUSLIM)
Abu Hamid Ghazali berkata, “Mereka yang masuk surga tanpa hisab, tidak perlu diambilkan neraca ataupun catatan amal perbuatan, memiliki surat semacam surat izin yang bertuliskan,  ‘La ilaha illaLLah Muhammad Rasulullah’. Ini adalah surat izin Fulan bin Fulan. Dosanya telah diampuni, dia akan bahagia selamanya.”
Tips Menghentikan Perbuatan Dosa ?
Suatu hari, Ibrahim bin Adham yang sehari-hari dipanggil Abu Ishaq kedatangan tamu seorang laki-laki. Setelah menyampaikan berbagai pengakuan dosa dan kesalahannya di masa lalu dan tekadnya untuk bertobat, tamu tersebut ingin mendapatkan resep mejarab agar perbuatan lamanya tidak mudah kambuh. Kepada tamunya, Abu Ishaq menasihatkan, jika kamu mau menyerang dirimu dan kamu tidak mudah dihancurkan oleh kelezatan duniawi.
“Tolong beritahukan kepadaku tentang lima hal tersebut, wahai Abi Ishaq”, kata lelaki tersebut.
“Pertama, bila kamu akan melakukan kedurhakaan kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, janganlah kamu memakan rizki-Nya!” kata Abu Ishaq mengawali nasihatnya.
“Lalu, dari man aku makan, bukankah semua yang ada di bumi ini rizki pemberian-Nya?”
Lelaki itu coba mengomentari.
“Begini, pantaskah kamu memakan rizki-Nya sedangkan pada saat yang sama kamu durhaka kepada-Nya?” tandas Ibrahim.
“Kedua, apabila kamu hendak berlaku durhaka kepada-Nya, jangan sampai kamu menginjak bumi-Nya!” Abu Ishaq melanjutkan keterangannya.
Yang kedua ini lebih berat dari yang pertama. Segala sesuatu yang ada, mulai dari belahan timur hingga belahan barat adalah milik-Nya, lalu di mana aku mau bertempat tinggal? Adakah bumi lain selain bumi-Nya?
Belum selesai lelaki itu bertanya-tanya dalam hatinya, ibrahim bin Adham melanjutkan penjelasannya. “Pantaskah kamu memakan rizki-Nya dan bertempat tinggal di wilayah-Nya sedangkan kamu terus menerus mendurhakai-Nya?”
“Ketiga,” lanjut Abu Ishaq, “Jika kamu hendak melakukan kedurhakaan kepada Allah sedangkan kamu masih memakan rizki-Nya dan bertempat tinggal di wilayah-Nya, sekarang coba carilah tempat yang tak bisa dilihat oleh-Nya. Jika ada tempat seperti itu, silahkan kamu berbuat maksiat sebebas-bebasnya.”
“Wahai Abu Ishaq, mana mungkin aku dapat menemukan tempat seperti itu, bukankan Dia selalu melihat dan mengetahui segala yang tampak dan tersembunyi?” lelaki itu tak sabar mengomentari.
“Pantaskah kamu memakan rizki-Nya, bertempat tinggal di wilayah-Nya, sedangkan kamu masih saja durhaka kepada-Nya dalam penglihatan dan pengawasan-Nya?”
“Keempat, jika malaikat maut datang kepadamu hendak mencabut nyawamu, cobalah kamu meminta kepadanya untuk diberi tangguh beberapa saat agar ada kesempatan bagimu untuk bertobat dengan tobat yang sesungguhnya dan beramal shaleh sebanyak-banyaknya,” lanjut Abu Ishaq.
“Mustahil ia mau menerima permohonanku,” kata lelaki itu.
“Demikianlah, kata Ibrahim melanjutkan, kamu tidaklah mungkin akan mampu menagguhkan kematian walaupun sesaat sehingga kamu dapat bertobat sebelum maut menjemputmu. Jika saat kematian sudah tiba, tak ada yang bisa memajukan ataupun mengundurkannya. Dengan demikian, tiada jalan bagimu untuk menyelamatkan diri.”
“Kelima, jika nanti pada hari kiamat Malaikat Zabaniyah telah datang kepadamu untuk menggiringmu ke neraka, usahakan untuk menolaknya!”
“Sampai di sini lelaki itu menangis sambil berkata, mereka tak mungkin membiarkanku begitu saja walaupun aku berusaha membela diri denagn berbagai alasan dan argumentasi yang masuk akal.”
“Jika demikian, bagaimana mungkin kamu mendapatkan jalan keselamatan?” tukas Ibrahim mengakhiri dialognya dengan sebuah pertanyaan yang diharapkan dapat dijawab oleh lelaki tersebut dengan jawaban amal, sikap dan perilaku yang benar.
Ikhlas Beribadah ?
Seorang dai pasti tahu bahwa Allah swt. telah menciptakan manusia untuk tunduk hanya kepada-Nya. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Al-Dzariyat: 56 ).
Imam Ar-Razy berkata, “Ibadah yang bagaimanakah yang menjadi sebab diciptakannya jin dan manusia?” Kami tegaskan, “Ibadah yang dimaksud adalah mengagungkan perintah Allah dan menyayangi ciptaannya.” (Tafsir Ar-Razy, 28/453). Kemudian Ar-Razy berkata, “Mengagungkan Allah menuntut konsekuensi keharusan mengikuti syariat-Nya dan mentaati sabda rasul-Nya, Allah telah memberikan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus para rasul dan menjelaskan berbagai jalan dalam merealisasikan kedua bentuk ibadah tersebut di atas. Pembagian ini terkait dengan tugas ibadah adalah pembagian yang mutlak dan menyeluruh.
Dakwah kepada Allah swt. adalah fenomena keagungan Allah swt. yang paling tinggi. Dan seorang dai yang menyerukan kepada fikrah atau sasaran tertentu dengan mengarahkan segala kesungguhan di jalannya, sesungguhnya hal itu dilakukan agar ia dapat memenuhi pencapaian sasaran dan fikrahnya. Barangsiapa yang menyerukan kepada fikrah, maka ia akan dievaluasi atas fikrahnya, sebagaimana fikrahnya juga akan dievaluasi berkenaan dengan dirinya.
Dalam berdakwah kepada Allah terdapat bukti kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, karena seorang dai ingin mengeluarkan manusia dari jurang kehancuran dan perpecahan di bawah kungkungan penguasa lokal menuju keluasan Islam dan cakrawalanya yang menyejukan, serta aturannya yang mengarahkan kepada kebahagiaan manusia. Juga mengeluarkan mereka dari lobang api neraka menuju taman surga.
Itulah dua sasaran ibadah, juga sekaligus menjadi sasaran dakwah, keselamatan ada pada capaian kedua sasaran tersebut. Para nabi Allah dan rasul-Nya telah berkomitmen dengan perintah Allah dalam berdakwah kepada-Nya dan memelihara tujuan penciptaan-Nya. Setiap rasul yang mulia selalu berobsesi dalam menyerukan manusia kepada keselamatan. Al-Qur’an telah menceritakan tentang pertarungan para nabi dengan kaumnya, selalu dipastikan bahwa pertarungan itu berakhir dengan kemenangan para du’at dan binasanya kaum penzalim penentang dakwah.
Ikhtitam
(HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 637, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
عَنْ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ قَالَ : (( قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُهُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : سَلْ اللَّهَ الْعَافِيَةَ ، فَمَكَثْتُ أَيَّامًا ، ثُمَّ جِئْتُ فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُهُ اللَّهَ ؟ فَقَالَ لِي : يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّ رَسُولِ اللَّهِ سَلْ اللَّهَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ))
Dari Abbas bin Abdul Muthalib berkata, Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sebuah doa yang aku bisa memohon kepada Allah dengannya!” Beliau bersabda, “Mohonlah kepada Allah keselamatan!” Beberapa hari setelah itu saya datang lagi kepada beliau dan bertanya, “‘Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sebuah doa yang aku bisa memohon kepada Allah dengannya!” Beliau bersabda, “Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah! Mohonlah kepada Allah keselamatan di dunia dan akhirat!”
(HR. Tirmidzi no. 3436, Ahmad no. 1687, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 726, Al-Hakim, 1/529, Ath-Thabrani dan Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi. Dishahihkan oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani)
Sumber:1.http://www.arrahmah.com
2.http://www.dakwatuna.com
3.https://risalahrasul.wordpress.com
Jakarta 15/12/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman