Selasa, 16 Juni 2015

KAPAN PUASA




KAPAN MEMULAI WAJIB PUASA ?


فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا
Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.”[3] Dalam hadits ini dipersyaratkan dua orang saksi ketika melihat hilal Ramadhan dan Syawal. Namun untuk hilal Ramadhan cukup dengan satu saksi karena hadits ini dikhususkan dengan hadits Ibnu ‘Umar yang telah lewat.[4]
Muqaddimah
Profesor riset bidang astronomi dan astrofisika itu mengatakan, fenomena unik itu terjadi selama tidak ada perubahan kriteria penetapan awal puasa dan Lebaran antara pemerintah dan dua ormas Islam besar itu.
"Penyebabnya murni fenomena alam. Posisi bulan selama delapan tahun ke depan sangat tinggi saat dilakukan rukyat (pengamatan, red)," katanya di Jakarta kemarin.
Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah bisa menetapkan lebih awal kapan awal puasa dan Lebaran karena menggunakan sistem hisab (perhitungan). Kriteria yang dipakai pada sistem hisab adalah, pokoknya bulan (hilal) sudah di atas ufuk, berarti besoknya sudah masuk Ramadan atau Syawal.
Sedangkan sistem yang dipakai NU dan pemerintah adalah imkanur rukyat, dengan cara melihat langsung kondisi bulan. Kriteria yang dipakai dalam sistem rukyat adalah, tinggi bulan (hilal) harus lebih dari dua derajat di atas ufuk.
"Nah dalam delapan tahun ke depan, posisi hilal di atas dua derajat terus. Jadi bisa saya nyatakan tidak akan ada perbedaan awal puasa dan Lebaran pada 2015 hingga 2022," urai dia.
Awal Ramadhan dengan Ru’yah Hilal ?
Perlu diketahui bersama bahwasanya mengenal hilal adalah bukan dengan cara hisab. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengenal hilal adalah dengan ru’yah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis)[5] dan tidak pula mengenal hisab[6]. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).”[7]
Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah menerangkan,
“Tidaklah mereka –yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenal hisab kecuali hanya sedikit dan itu tidak teranggap. Karenanya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan hukum puasa dan ibadah lainnya dengan ru’yah untuk menghilangkan kesulitan dalam menggunakan ilmu astronomi pada orang-orang di masa itu. Seterusnya hukum puasa pun selalu dikaitkan dengan ru’yah walaupun orang-orang setelah generasi terbaik membuat hal baru (baca: bid’ah) dalam masalah ini. Jika kita melihat konteks yang dibicarakan dalam hadits, akan nampak jelas bahwa hukum sama sekali tidak dikaitkan dengan hisab. Bahkan hal ini semakin terang dengan penjelasan dalam hadits,
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
“Jika mendung (sehingga kalian tidak bisa melihat hilal), maka sempurnakanlah bilangan  bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” Di sini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Tanyakanlah pada ahli hisab”. Hikmah kenapa mesti menggenapkan 30 hari adalah supaya tidak ada peselisihihan di tengah-tengah mereka.
Apabila pada Malam Ketigapuluh Sya’ban Tidak Terlihat Hilal
Apabila pada malam ketigapuluh Sya’ban belum juga terlihat hilal karena terhalangi oleh awan atau mendung maka bulan Sya’ban disempurnakan menjadi 30 hari.
Salah seorang ulama Syafi’i, Al Mawardi rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk berpuasa ketika diketahui telah masuk awal bulan. Untuk mengetahuinya adalah dengan salah satu dari dua perkara. Boleh jadi dengan ru’yah hilal untuk menunjukkan masuknya awal Ramadhan. Atau boleh jadi pula dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Karena Allah Ta’ala menetapkan bulan tidak pernah lebih dari 30 hari dan tidak pernah kurang dari 29 hari. Jika terjadi keragu-raguan pada hari keduapuluh sembilan, maka berpeganglah dengan yang yakin yaitu hari ketigapuluh dan buang jauh-jauh keraguan yang ada.”[9]
Penentuan Mulai Puasa 2015 ?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesuai dengan surat Maklumat Pimpinan Pusat Muahammadiyah Nomer: 01/MLM/1.0/E/2015 tentang penetapan hasil hisab Ramdhan, Syawal, dan Zulhijah 1436 Hijriyah menetapkan tanggal satu Ramadhan 1436 Hirjiah jatuh pada Kamis pada 18 Juni 2015.

Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ma'mun Murod Al-Barbasy, membenarkan hal tersebut. "Iya betul besok lusa pada hari Kamis sudah masuk awal Ramadhan," ujar Ma'mun kepada Republika, Selasa (16/6).

Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan hasil hisab Ramdhan, Syawal, dan Zulhijah 1436 Hijriyah sesui dengan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
KIBLAT.NET, Jakarta – Muhammadiyah secara resmi telah mengumumkan awal Ramadhan 1436 H tahun ini. Berdasarkan hisab, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia itu menetapkan 18 Juni 2015 awal puasa Ramadhan 1436 H.
Sebagaimana dimuat situs resmi Muhammadiyah, Ahad (03/05), Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Maklumat penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah 1436 Hijriyah. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, dan Sekretaris Umum, Agung Danarto telah menandatangani maklumat tersebut pada Selasa (28/04) lalu.
Berdasarkan Hisab Hakiki Wujudul Hilal yang dijadikan pedoman oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, Muhammadiyah mengumumkan bahwa tanggal 1 Ramadhan tahun ini jatuh pada hari Kamis, tanggal 18 Juni 2015. Dengan demikian, warga Muhammadiyah akan mulai berpuasa Ramadhan di tahun ini pada hari dan tanggal tersebut.

Tapi kini, Pemerintah RI dalam hal ini Kementrian Agama Republik Indonesia beserta seluruh Ormas Islam di bawah naungannya (termasuk NU dan Muhammadiyah), diprediksi akan kompak dalam penentuan Awal Puasa Ramadhan dan Idul Fitri 1436 H / 2015 M. Semuanya akan menentukan sebagai berikut :

          Awal Puasa Ramadhan 1436 H     : Kamis, 18 Juni 2015 M
          Idul Fitri / 1 Syawal 1436 H         : Jumat, 17 Juli 2015 M
          Jumlah Hari Berpuasa                   : 29 Hari.

Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sebagai berikut : *)
Awal Ramadhan 1436 H
Ijtimak akhir bulan Sya'ban      : Selasa, 16 Juni 2015 M jam 21.05 WIB
     Tinggi hilal malam Rabu          : -2,32 derajat
     Tinggi hilal malam Kamis        : 10,15 derajat
     Tanggal 1 Ramadhan                : Kamis, 18 Juni 2015 M

Idul Fitri / 1 Syawwal 1436 H
     Ijtimak akhir bulan Ramadhan  : Kamis,16 Juli 2015 M jam 08.21 WIB
     Tinggi hilal malam Jumat          : 3, 62 derajat
     Tanggal 1 Syawwal                    : Jumat, 17 Juli 2015 M


Namun sepertinya, rencana Kemenag untuk menyatukan model penetapan ala NU maupun Muhammadiyah bakal sulit terwujud. Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay mengatakan, penentuan awal puasa atau Lebaran versi Muhammadiyah tidak perlu dipersoalkan.

Dia mengatakan Muhammadiyah selama ini tidak pernah mempersoalkan sistem rukyat yang dilakukan pemerintah atau NU. "Tidak adil jika metode hisap yang dipakai Muhammadiyah selama ini seolah-olah salah," jelas dia.
Sekjen PBNU Marsudi Suhud menuturkan, silakan saja Kemenag berupaya menyatukan model perhitungan antara mereka dengan Muhammadiyah. Tapi apakah akan berhasil? "Ya ubah dulu landasan dalilnya," kata dia. Selama ini Marsudi hanya mengetahui ada dalil yang bunyinya; summu li ru"yati (berpuasalah setelah melihat atau rukyat).

Marsudi mengatakan selama ini NU sudah berjalan dengan pakemnya. Kemudian Muhammadiyah juga berjalan dengan pakemnya sendiri. Dia menuturkan NU akan tetap mengacu pada kriteria tinggi bulan dua derajat. Sebab bulan baru bisa dilihat atau diamati jika sudah berada di atas dua derajat.
TEMPO.CO, Riyadh - Mahkamah Agung Arab Saudi, Ahad, 14 Juni 2015, meminta umat muslim di seluruh wilayah Kerajaan menyaksikan bulan sabit pada Selasa, 16 Juni 2015. Kesaksian itu diperlukan untuk memutuskan hari pertama bulan puasa.

"Bila ada seseorang atau siapa pun melihat ada tanda-tanda bulan sabit dengan mata telanjang, dia diminta segera menyampaikan kesaksiannya di pengadilan terdekat atau melaporkannya ke pihak berwenang," demikian bunyi permintaan Mahkamah.

Awal bulan puasa sepertinya akan dimulai pada Rabu, 17 Juni 2015. Namun demikian, jika bulan sabit tidak terlihat pada Selasa, 16 Juni 2015, maka puasa akan dimulai pada Kamis, 18 Juni 2015.
Sumber:1.http://www.jpnn.com 2.http://muslim.or.id
JAKARTA 16/6/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman