HAKEKAT TAQWA MENURUT
SUFI ?
"Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. (Q.s. Al Hujurat: 13).
Muqaddimah
Begitu banyak ayat-ayat Al-quran yang menjelaskan
tentang keutamaan takwa. Diantaranya, “sesungguhnya yang paling mulia dari kamu
sekalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”. (QS. Al-Hujarat 13).
Menurut kebanyakan ulama’ takwa adalah mengerjakan seluruh perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Menurut Nashr Abadzi, yang dimaksud dengan taqwa
adalah seoang hamba yang tidak takut kepada apapun kecuali hanya kepada Allah .
Sahal berkata, “Barang siapa yang menginginkan agar taqwanya benar, maka ia
harus meninggalkan semua perbuatan dosa.
Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Seorang laki-laki datang
kepada RasuluLlah SAW seraya meminta nasihat, ‘Wahai Nabi Allah, wasiyatilah
diriku ‘. Beliau menjawab, “Wajib atasmu bertaqwa kepada Allah karena
sesungguhnya taqwa merupakan kumpulan semua kebaikan. Wajib atasmu untuk
berjuang karena berjuang adalah ibadah/rahbaniyah orang islam. Dan wajib atasmu
untuk selalu ingat kepada Allah karena mengingat Dia adalah cahaya bagimu”
Makna Taqwa ?
Diriwayatkan oleh Abu Sa'id al
Khudry, bahwa seseorang menghadap Nabi saw. dan berkata, "Wahai
Rasulullah, nasihatilah saya!" Beliau menjawab: "Engkau harus
mempunyai ketaqwaan kepada Allah, karena ketaqwaan adalah kumpulan seluruh kebaikan. Engkau harus melaksanakan jihad, karena
jihad adalah kerahiban kaum Muslim. Dan engkau harus dzikir kepada Allah,
karena dzikir adalah cahaya bagimu." (H.r. Ibnu Dharies, dari Abu Said).
Anas r.a. meriwayatkan, seseorang
bertanya kepada Rasulullah saw, "Siapakah keluarga Muhammad? "Beliau
menjawab, "Setiap orang yang taqwa." Taqwa merupakan kumpulan seluruh
kebaikan, dan hakikatnya adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman Tuhan
dengan ketundukan kepada Nya. Asal usul taqwa adalah menjaga dari syirik, dosa
dan kejahatan, dan hal hal yang meragukan (syubhat), serta kemudian
meninggalkan hal-hal utama (yang menyenangkan).
Menurut Syeikh Abu Ali ad Daqqaq r.a,
masing masing bagian tersebut memiliki bab tersendiri. Dan dinyatakan di dalam
tafsir mengenai firmanAllah swt, "Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar
benar taqwa kepada Nya." (Q.s. Ali Imran: 102), ayat ini mempunyai makna
bahwa Dia harus dipatuhi dan tidak
ditentang, diingat dan tidak dilupakan, dan bahwa kita harus bersyukur kepada
Nya dan tidak mengufuri Nya.
Sahl bin Abdullah menegaskan,
"Tiada penolong sejati selain Allah: tidak satu pun pembimbing yang
sebenarnya selain Utusan Allah; tak satu pun perbekalan yang mencukupi selain
taqwa, dan tidak satupun amal yang lenggeng keteguhannya selain bersabar."
An Nashr Abadzy menjelaskan, "Taqwa
adalah bahwa hamba waspada terhadap segala sesuatu selain Allah swt.
Barangsiapa menginginkan taqwa yang sempurna, hendaknya menghindari setiap dosa. Siapa pun yang teguh dalam
taqwa akan merindukan perpisahan dengan dunia, karena Allah swt. berfirman,
"Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang orang yang
bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (Q.s. Al An'am: 32)
Dzun Nuun al Mishry mengatakan, "Orang yang bertaqwa
kepada Allah adalah orang yang tidak menodai aspek lahiriah dirinya dengan sikap keras kepala, tidak pula aspek batiniahnya dengan
alamat-alamat keruhanian. la berdiri di sisi Allah dalam keadaan selaras."
Abul Hasan al Farisy berkata, "Taqwa mempunyai dimensi lahir dan batin.
Dimensi lahir adalah pelaksanaan syariat, dan aspek batinnya adalah niat dan
mujahadah."
Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a. berkata,
"Kaum termulia di dunia adalah kaum dermawan, dan yang paling mulia di
akhirat adalah kaum yang taqwa." Diriwayatkan oleh Abu Umamah, bahwa Nabi
saw. menegaskan: "Apabila seseorang menatap kecantikan seorang wanita dan
kemudian menundukkan matanya setelah tatapan pertama, maka Allah menjadikan
tindakannya itu suatu ibadat yang rasa manisnya dirasakan oleh hati orang yang
melakukannya."””””””””” (H.r. Ahmad dalam Musnad nya).
Al Junayd sedang duduk duduk bersama Ruwaym,
Al Jurairy dan Ibnu Atha'. Al Junayd berkata, "Seseorang tidak akan
selamat kecuali bila berlindung secara
ikhlas kepada Allah." Allah swt. berfirman, "Dan terhadap tiga
orang yang tidak ikut serta (berjihad), hingga ketika bumi telah menjadi sempit
bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula
terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari
dari (siksa) Allah saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap
dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang." (Q.s. At Taubah: 118).
Allah swt. berfirman: "Dan Allah menyelamatkan orang orang yang
bertaqwa karena kemenangan mereka-mereka tiada disentuh oleh azab (neraka
dan tidak pula) mereka berduka cita." (Q.s. Az Zumar: 61). Al Jurairy
berkata, "Seseorang akan selamat hanya dengan tekun beribadat. Allah swt.
berfirman, "... (yaitu) orang orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
merusak perjanjian." (Q.s. Ar Ra'ad: 20).
Ibnu Atha' menegaskan, "Seseorang tidak akan selamat
kecuali dengan sikap malunya di hadapan Allah swt."
Allah swt. berfirman, "Tidakkah
ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?" (Q.s.
Al 'Alaq: 14).
"Bahwasanya orang orang yang
telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari
neraka." (Q.s. Al Anbiya': 101).
Ikhtitam
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَابْتَغُوْآ إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (
المائدة-35(
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-NYA agar supaya kamu
sekalian mendapat keberuntungan.
Sumber:1.http://warokakmaly.blogspot.com
2.http://islamzuhud.blogspot.com
Jakarta 11/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar