Rabu, 11 Maret 2015

SUFI SYUKUR NIKMAT




MAKNA SYUKUR MENURUT SUFI ?

...لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (Nikmat-Ku) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (Nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”( Sûrat Ibrâhîm/14: 7)

Muqaddimah
Syukur terbagi menjadi tiga, Pertama syukur dengan lisan. Yakni mengakui kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan sikap merendahkan diri. Kedua, syukur dengan badan, yakni bersikap selalu sepakat dan melayani (mengabdi) kepada Allah SWT dengan konsisten menjaga keagungan-Nya. Syukur lisan adalah syukurnya orang berilmu, ini dapat direalisasikan dengan bentuk ucapan. Syukur dengan badan adalah syukurnya ahli ibadah. Ini dapat direalisasikan dengan bentuuk perbuatan. Syukur dengan hati adalah syukurnya orang ahli ma’rifat. Ini dapat direalisasikan dengan semua hal ihwal hanya untuk Allah secara konsisten.
Menurut Abu Bakar Al-Waraq, yang dimaksud mensyukuri nikmat adalah memperhatikan pemberian dan menjaga kehormatan. Menurut Hamdun Al-Qashar yang dimaksud mensyukuri nikmat adalah memperhatikan dirinya meskipun tidak diundang. Menurut Al-Junaid, yang dimaksud syukur adalah sebab, karena dia mencari dirinya yang telah memperoleh kelebihan. Dia selalu menghadap Allah SWT karena memperoleh bagian dirinya. Menurut Abu Utsman, yang dimaksud syukur adalah mengetahui kelemahan syukur itu sendiri.
Macam-macam syukur
Al-Raghib (tt, 265), membagi syukur kepada tiga macam;
1.      Syukr al-Qalb (Syukur hati)
2.      Syukr al-Lisân (Syukur lidah)
3.      Syukr sâiri al-Jawârih (Syukur semua anggota badan). Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat ni’mat. Syukur Lidah, yaitu memuji kepada yang memberi ni’mat. Syukur anggota badan, yaitu membalas ni’mat sesuai dengan kepatutan (kepantasannya).
Syukur Ala Sufi ?
1.Al-Junaid berkata, “saya bermain di depan Syaikh Sarry As-Saqathi ketika aku berumur  tujuh tahun. Di hadapannya terdapat sekelompok orang yang sedang membicarakan syukur. Dia mengatakan kepadaku, “Wahai anak kecil, apa itu syukur ?” Saya menjawab, ‘Tidak mempergunakan nikmat untuk bermaksiyat kepada Allah SWT’. Beliau mengatakan, “Lisanmu hampir saja mendapatkan bagian dari Allah SWT”. Kemudian Al-Junaid berkata, ‘saya selalu menangis apabila mengingat kata-kata yang diucapkan oleh Sariy’”.
Al-junayd berkomentar, "Ada cacat dalam bersyukur, karena manusia yang bersyukur melihat peningkatan bagi dirinya sendiri; jadi ia sadar di sisi Allah swt. lebih dari bagian dirinya sendiri."
Al-Junaid mengatakan, Syaikh Sariy apabila hendak menolongku dia bertanya kepadaku. Suatu hari ia bertanya kepadaku, “Wahai Abul Qasim, apa syukur itu ?”
“Jangan meminta pertolongan agar mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT” .
“Dari mana hal itu kau peroleh ?”
“Dari tempat-tempat pengajianmu”
Menurut satu pendapat, Hasan bin Ali pernah metapkan syukur sebagai rukun. Dia juga pernah mengatakan, “Ya Tuhan Engkau telah memberikan kenikmatan kepadaku, tetapi Engkau tidak mendapati diriku sebagai orang yang bersyukur. Engkau telah memeberikan cobaan kepadaku, namun Engkau tidak mendapati diriku sebagai orang yang sabar. Engkau tidak pernah menghilangkan kenikmatan hanya disebabkan tidak adanya syukur dan Engkau tidak pernah menimpakan kesusahan disebabkan tidak adanya sabar. Ya Tuhan tiada Dzat Yang Maha Mulia kecuali kemuliaan-Mu”.
2.Menurut As-Syibly, yang dimaksud syukur adalah memperhatikan Dzat yang memberikan kenikmatan, bukan kepada kenikmatan-Nya. Menurut satu pendapat, yang dimaksud syukur adalah mengatur sesuatu yang telah ada mencari sesuatu yang belum ada. Menurut Abu Utsman, yang dimaksud syukur orang awam adalah orang yang bersyukur kepada yang memberikan makanan dan pakain. Sedangkan yang dimaksud syukurnya orang khawash adalah orang yang bersyukur kepada sesuatu yang terlintas di dalam hati.
3.Menurut Abu Ali Daqaq, syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya dengan kedudukannya. Selanjutnya ia membagi syukur beberapa bentuk: syukur dengan lisan berupa pengakuan terhadap nikmat Allah, syukur dengan tubuh berupa penggunaan nikmat itu dalam menaati Allah, dan syukur dengan hati berupa pengakuan serta membesarkan pemberi nikmat (Allah). Dalam hal ini Al-Ghazali mengatakan bahwa syukur merupakan sikap mental tertinggi dari segala sikap mental, karena syukur bukan alat tetapi tujuan. Jadi, syukur merupakan muara dari segala sikap mental yang dimiliki kaum sufi.
4.Abu Bakr al Warraq berkata, "Syukur atas nikmat adalah memberikan musyahadah terhadap, anugerah tersebut dan menjaga penghormatan."
Hamdun al Qashshar menegaskan, "Bersyukur atas anugerah adalah bahwa engkau memandang dirimu sebagai parasit dalam syukur."
5.Abu Utsman berkata, "Syukur berarti mengenal kelemahan dari syukurnya itu sendiri."
Dikatakan, "Bersyukur atas kemampuan untuk bersyukur adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Dengan cara memandang bahwa rasa bersyukur Anda datang karena Dia telah memberikan taufik Nya. Dan taufiq Nya itu termasuk nikmat yang diperuntukkan bagi diri Anda. Jadi Anda bersyukur atas kesyukuran Anda, dan kemudian Anda bersyukur terhadap kesyukuran atas kesyukuran Anda, sampai tak terhingga."
Dikatakan, "Bersyukur adalah menisbatkan anugerah kepada pemiliknya yang sejati dengan sikap kepasrahan."
6.Asy-Syibly menjelaskan, "Syukur adalah kesadaran akan Sang Pemberi nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri."
Dikatakan, "Syukur adalah kendali yang ada serta jerat bagi apa yang tiada."
7.Abu Utsman berkata, "Kaum awam bersyukur karena diberi makanan dan pakaian, sedangkan kaum khawash bersyukur atas makna makna yang datang di hati mereka."
Diceritakan bahwa al-Hasan bin Ali pernah bergayut pada sebuah tiang dan bermunajat, "Tuhanku, Engkau telah memberi nikmat aku, namun tidak Engkau dapati aku bersyukur. Engkau telah mengujiku, namun tidak Engkau dapati aku bersabar. Namun Engkau tidak mencerabut nikmat karena aku tidak bersyukur, dan tidak melanggengkan bencana ketika kutinggalkan kesabaran. Tuhanku, tidak ada yang datang dari Yang Maha Pemurah, kecuali kemurahan."
Dikatakan, ‘Jika tangan mu tidak bisa engkau gunakan, maka engkau mesti lebih banyak mengucap syukur dengan lisanmu. "
Dikatakan pula, "Ada empat amal yang tidak berbuah: Mempercayakan rahasia kepada orang yang bisu, memberi nikmat kepada orang yang tidak mau bersyukur, menebar benih di tanah yang tandus, dan menyalakan lampu di bawah cahaya matahari."
Manfaat Bersyukur ?

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Luqman : 31).

“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nisaa’ : 147).

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR Muslim).

“Yang paling pandai bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling pandai bersyukur kepada manusia.” (HR. Ath-Thabrani).
Ikhtitam
Menurut satu ungkapan, Nabi Dawud AS pernah mengatakan, “Yaa Tuhan, bagaimana saya bersyukur kepada-Mu sedangkan syukurku kepada-Mu adalah ni’mat darimu.” Maka Allah SWT menurunkan wahyu kepadanya :”Dawud sekarang Engkau telah bersyukur kepada-Ku”.
Ketika bertahajjud Rasulullah Saw. menangis, lalu Aisyah r.a. bertanya, “Apa yang menyebabkan Rasulullah menangis, bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang terdahulu dan yang akan datang?”
Rasulullah Saw. Menjawab, ”Apakah aku tidak akan menjadi hamba yang bersyukur?”
Rasulullah Saw juga bersabda, ”Pada hari Kiamat diserukan kepada orang-orang yang suka memuja Allah, agar bangun. Maka bangkitlah segolongan manusia, lalu ditegakkan sebuah panji bagi mereka, kemudian mereka masuk surga.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah orang-orang yang suka memuji itu?” Beliau menjawab, “Mereka yang selalu bersyukur kepada Allah setiap saat.”
Sumber:Al-Qur’an Hadits 2.https://manakib.wordpress.com 3.http://belajarilmutasawuf.blogspot.com
JAKARTA 12/3/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman