Senin, 09 Februari 2015

KEADILAN HAKIM





HAKIM BISA DI SURGA ATAU DI NERAKA ?


 
“ Dan jika kamu menghukum antara manusia hendaklah kamu hukum dengan seadil-adilnya “ ( QS. An-Nisaa ayat 58 ).
“ Bahwa Alloh adalah Hakim yang seadil-adilnya “ ( Q.S. At-Tin ayat 8 )

“ Dan jangan sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan bathil. Dan janganlah membawa urusan harta itu kepada hakim sebagai umpan untuk - Menyuap Hakim - dengan maksud supaya kamu memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui “ ( Q.S. Al-Baqoroh ayat 188 ).
“ Bahwa Hakim itu ada tiga golongan, yaitu satu golongan masuk syurga, dan dua golongan lagi masuk neraka. 1. Hakim yang masuk surga, adalah hakim yang mengetahui hak ( kebenaran ) menurut Hukum Alloh, dan ia menghukum dengan kebenaran itu. 2. Hakim yang mengtehui hak, tetapi ia menghukum dengan yang bukan hak, hakim ini akan masuk neraka. 3. Hakim yang menghukum dengan tidak mengetahui Hukum Alloh ( Bodoh ) dalam perkara itu, dan ia memutus dengan ketidaktahuannya itu, maka hakim ini pun akan masuk neraka “ ( HR. Abu Dawud dan HR. Imam Empat Hadits Shohih menurut Hakim ).
Muqaddimah
Hakim mempunyai posisi yang sangat penting dan krusial, karena dialah orang yang memutuskan perkara di tengah masyarakat. Karena itu, posisi hakim ini mengharuskan pemangkunya harus kredibel, orang yang dihormati dan adil dalam memberikan keputusan. Seorang hakim tidak akan bisa memperolah kedudukan yang mulia seperti ini, kecuali melalui pembuktian yang dia tunjukkan dengan prilakunya yang bisa diterima masyarakat, jauh dari syubhat dan kuat dalam memegang prinsip.
Para fuqaha’ telah menjelaskan kriteria hakim, adab dan akhlak yang seharusnya mereka miliki. Mereka juga telah menjelaskan hal-hal yang seharusnya mereka jauhi, baik dalam prilaku maupun aktivitas mereka. Tentu, penjelasan ini hanya sekedar contoh, bukan untuk membatasi hanya itu. Pendek kata, prinsip dasarnya adalah, “Prilaku hakim harus diterima masyarakat, tidak memancing kebencian dan keraguan terhadapnya.”
Menarik disimak, hadis yang sangat populer yang dirawikan oleh para pengarang kitab Sunan bahwa para hakim itu hanya tiga orang. Satu orang di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang yang di surga adalah hakim yang mengetahui kebenaran, lalu menetapkan hukum dengan kebenaran itu. Ia di surga. Seorang lagi, hakim yang mengetahui kebenaran, tapi culas. Ia tidak menetapkan hukum berdasarkan kebenaran. Ia di neraka. Yang satu lagi, hakim yang bodoh, tidak tahu kebenaran, dan menetapkan hukum atas dasar hawa nafsu. Ia juga di neraka. (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Jadi, hakim yang benar dan jujur-berdasarkan hadis di atas-hanya sepertiga, sedangkan dua pertiga sisanya adalah hakim-hakim yang korup dan culas. Hadis ini, menurut pakar hadis, al-Munawi, merupakan teguran dan peringatan bagi para hakim agar mereka menjaga kejujuran dan integritas yang tinggi. Hadis ini, lanjut al-Munawi, berbicara pada tataran realitas (bi hasb al-wujud) dan bukan berdasarkan idealitas-formal (la bi hasb al-hukm).
Menurut Umar Ibnu Abdul Aziz, khalifah yang dikenal sangat adil, integritas para penegak hukum itu sangat ditentukan oleh kompetensi intelektual, moral, dan spiritual mereka dalam 5 hal. Apabila satu saja tak terpenuhi dari lima kompetensi itu, demikian Abdul Aziz, para penegak hukum itu tidak akan selamat dari aib atau keburukan.
Kelima kompetensi itu, secara berturut-turut dikemukakan seperti berikut ini. Pertama, fahiman, yakni memahami dengan baik soal hukum. Kedua, haliman, memiliki hati nurani dan sifat santun. Ketiga, `afifan, memelihara diri dari dosa-dosa dan kejahatan. Keempat, shaliban, sikap tegas memegang prinsip. Kelima, `aliman saulan `an al-`ilm, memiliki ilmu dan wawasan yang luas serta banyak berdiskusi. Hanya melalui penegak hukum dengan moralitas dan integritas yang tinggi, hukum dan keadilan bisa ditegakkan di negeri ini.
Profesi Hakim Menurut Perspektif Syari’at Islam ?
Diriwayatkan dari Buraidah, r.a, sabda Nabi Saw : “ Bahwa Hakim itu ada tiga golongan, yaitu satu golongan masuk syurga, dan dua golongan lagi masuk neraka. 1. Hakim yang masuk surga, adalah hakim yang mengetahui hak ( kebenaran ) menurut Hukum Alloh, dan ia menghukum dengan kebenaran itu. 2. Hakim yang mengtehui hak, tetapi ia menghukum dengan yang bukan hak, hakim ini akan masuk neraka. 3. Hakim yang menghukum dengan tidak mengetahui Hukum Alloh ( Bodoh ) dalam perkara itu, dan ia memutus dengan ketidaktahuannya itu, maka hakim ini pun akan masuk neraka “ ( HR. Abu Dawud dan HR. Imam Empat Hadits Shohih menurut Hakim ).
Hadits ini, secara sederhana, memberikan pemahaman bahwa terdapat tiga golongan hakim, dua diantaranya masuk neraka dan yang satu lagi masuk surga. Hakim yang diberi imbalan surga adalah hakim yang mengetahui tentang kebenaran dan menetapkan keputusan sesuai dengan kebenaran itu. Hakim yang masuk neraka, adalah hakim yang mengetahui tentang mana yang benar dan mana yang salah akan tetapi memberi keputusan tidak sesuai dengan kebenaran, kemudian hakim yang bodoh, ia tidak mengetahui mana di antara pihak yang benar dan yang salah kemudian memberi keputusan atas ketidaktahuannya itu.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa menjadi seorang hakim bukanlah profesi yang mudah, akan tetapi penuh resiko dan berat. Seorang hakim yang tidak mampu menunjukkan performance-nya secara baik dan proporsional akan mendapatkan konsekuensi logisnya, sehingga tidak mengherankan jika Imam Abu Hanifah menolak jabatan hakim, meski kapasitas dan kapabelitasnya sangat cakap untuk menduduki jabatan tersebut. 8 Di sisi lain, jabatan seorang hakim merupakan jabatan yang mulia di sisi Alloh. Akan tetapi, untuk memperoleh kemuliaan tersebut banyak tantangan dan godaannya.
Adil Mustafa Basyuri menetapkan hal-hal yang harus dilaksanakan adabul qadhi dalam persidangan adalah sebagai berikut:
1)      Hakim itu Mustaqillah, bebas dari pengaruh orang lain, ia tegar tidak mau ditekan sekalipun oleh penguasa
2)      Persidangan hakim itu terbuka untuk umum
3)      Hakim itu tidak membeda-bedakan orang yang bersidang dihadapannya
4)      Hakim harus bernasihat mendamaikan para pihak
5)      Hakim adil dalam memberikan hak bebicara kepada orang yang menuntut keadilan kepadanya
6)      Setiap putusannya wajib bertawakal
7)      Orang yang meminta keadilannya mempunyai hak ingkar
8)      Memperlakukan semua orang punya hak yang sama
9)      Setiap putusannya harus didasarkan pada ketentuan syariat
10)  Melindungi pencari keadilan
11)  Memandang sama kepada para pihak
12)  Memulai persidangan dengan ucapan yang sopan(Abdul Manan, Ibid, hlm. 35 )

Ikhtitam

Profesi hakim dalam perspektif Syari’at Islam itu harus memiliki moralitas yang tinggi dan memiliki tanggung jawab intelektual dalam mengemban tugas mulianya yang sarat dengan resiko dan tantangan, sehingga adakalanya harus melakukan suatu “ Ijtihad “, yaitu Ijtihad untuk menyimpulkan hukum dari sumbernya dan Ijtihad dalam penerapan hukumnya, yang disebut Ijtihad Istinbathi dan Ijtihad Tathbiqi.. Jika seorang hakim memiliki intelektualitas dan moralitas yang tinggi maka ia akan menyadari bahwa tugasnya menjadi hakim bukan sebagai abdi negara semata, tetapi memiliki tanggung jawab moral sebagai tugas keagamaan yang di dalamnya terdapat masalah pahala dan dosa. Jika hal ini dapat direalisasikan maka tindakan “pelecehan hukum” akan dapat diminimalisir dan upaya “penegakan supremasi hukum” akan dapat direalisir. Seorang hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum (Al-Qur’an dan Al-Hadits), agar tidak keliru dalam memutuskan suatu perkara.
Praktek peradilan Islam
dalam memutus suatu perkara, ternyata sangat sederhana, dalam arti bahwa pembuktian dalam Hukum Islam itu, hanya didasarkan atas bukti saksi dan sumpah saja, dengan asumsi bahwa semua orang yang menghadap hakim untuk menyelesaikan perkaranya itu adalah orang-orang yang bertujuan untuk menegakkan Syari’at Islam, termasuk hakimnya. Dengan demikian, apa yang telah menjadi putusan hakim maka itulah hukumnya yang benar, sehingga dengan kesederhanaan itulah peradilan dalam rangka menegakkan Syari’at Islam ini menjadi sangat sakral karena menjunjung tinggi Hukumulloh, yang telah diwahyukan Alloh Swt.
 

“ Hendaklah engkau menghukum antara mereka menurut pengaturan yang diturunkan Alloh
“ ( QS. Al-Maidah ayat 49 ).
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://denden-imadudin.blogspot.com 3.http://www.republika.co.id
Jakarta 9/2/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman