Rabu, 05 November 2014

POTENSI DIRI





Potensi Manusia ?

Manusia adalah makhluk Allah swt yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk, dibekali akal, hati, nafsu, raga, dan ditiupkan ruh ketuhanan  kepadanya dan paling mulia jika dia bertaqwa dan paling rendah martabatnya dibanding binatang bilamana tidak menggunakan karunia hati, mata dan telinga.

Allah SWT berfirman:

ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ ¢OèO çm»tR÷ŠyŠu Ÿ@xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (Q.S. At-Tin: 4-5)

Ar-Raghib al-Ashfahami, pakar bahasa al-Qur’an, memandang kata taqwim di sini sebagai isyarat tentang keistemewaan manusia dibanding binatang, yaitu akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Jadi, kalimat ahsan taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.[1]

Allah swt menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya, keseimbangan bentuk anggota tubuhnya, sempurna akalnya, mulut, ilmu pengetahuan dan moralnya.[2]

Sebenarnya manusia itu memiliki potensi dasar dari Allah swt. yaitu potensi kebaikan dan keburukan, kefasikan dan ketaqwaan. Manusia bisa menggunakan potensi tersebut untuk berbuat kebaikan atau kejahatan, tergantung pilihannya. Potensi tersebut ilham namanya.

Allah SWT berfirman:

<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ

Artinya: Dan demi jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan  jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams: 7-10)

Thabathaba’i menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mengilhami jiwa” adalah penyampaian Allah kepada manusia tentang sifat perbuatan apakah dia termasuk ketakwaan atau kedurhakaan, setelah memperjelas perbuatan dimaksud dari sisi subtansinya sebagai perbuatan yang dapat menampung ketakwaan atau kedurhakaan.[3]

Mujahid, Qatadah, ad-Dhahak, al-Tsauri dan Sa’id bin Jubair mengatakan:”Allah swt mengilhami jiwa manusia tentang kebaikan (al-khair) dan keburukan (al-syarra).”[4]

Dengan ayat di atas, setiap jiwa manusia berpotensi berbuat baik atau jahat tergantung potensi yang mana yang dikembangkan. Jika fujur yang dikembangkan maka seseorang akan menjadi manusia jahat, sebaliknya bila ketaqwaan yang dikembangkan maka dia tergolong manusia yang beruntung dan manusia yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.

Mensucikan jiwanya dengan bertauhid kepada Allah swt. dan beramal sholeh sesuai dengan petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya. Beribadah kepada Allah swt dengan tulus ikhlas dan sesuai syari’at Rasulullah saw dengan tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatu benda atau makhluk lainnya. Beramal sholeh seperti selalu berdzikir kepada Allah swt. dan menolong kepada orang yang membutuhkannya bisa dengan ilmu, tenaga, harta dan jabatannya untuk meraih ridha Allah swt.

Manusia dibekali hati dan akal untuk memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang terbentang di alam atau tertulis dalam kitab-Nya maka tidak akan mengakui adanya Allah kalau hatinya tidak berfungsi, sebab buta, tidak yakin dan kotor.Oleh karena itu, akal manusia akan semakin berfungsi dengan baik manakala unsur rasa atau hatinya baik, suci dan senantiasa beriman.

Barangsiapa yang hatinya dibuka untuk masuk Islam dan selalu iman, maka Allah akan memberikan pelajaran dan petunjuk-Nya untuk dapat       membedakan yang benar dan yang salah, akan mudah menemukan kebenaran ilmu yang dipelajarinya.Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

#x»yd Ô÷»n=t/ Ĩ$¨Z=Ïj9 (#râxZãŠÏ9ur ¾ÏmÎ/ (#þqßJn=÷èuÏ9ur $yJ¯Rr& uqèd ×m»s9Î) ÓÏnºur t©.¤uŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$#

Artinya: (Al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran. (Q.S. Ibrahim: 52)

Allah swt berfirman sebagaimana ayat di atas bahwa al-Qur’an adalah penjelas bagi manusia dan bangsa jin sebagaimana firman-Nya pada awal surat Ibrahim:”Alif, laam raa, (ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benerang…” Agar mereka mengambil peringatan dan supaya mengetahui bahwasanya Allah Yang Maha Esa.[5]

Allah SWT berfiman dalam Al-Qur’an:

tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah berdiri atau duduk tau dalam kadaan berbaring dan mereka memikirka tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiada Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran: 191)

Pakar tafsir Sayyid Quthub tentang ayat ini mengatakan:”Engkau tidak menciptakan alam ini dengan sia-sia,tetapi untuk menjadi kebenaran. Kebenaran adalah penopangnya. Kebenaran adalah undang-undangnya. Kebenaran adalah inti dasarnya. Sesungguhnya alam ini memiliki hakekat, karena ia bukan”nothing” sebagaimana dikatakan oleh filsafat. Ia berjalan  sesuai undang-undang, tidak dibiarkan kacau balau. Ia berjalan untuk suatu tujuan, tidak diserahkan kepada kebetulan. Dalam  eksistensi, gerakan dan tujuannya ia diatur dengan kebenaran tanpa terkontaminasi oleh kebatilan.”[6]

Dengan firman Allah di atas, manusia yang berakal dan beriman dapat mengambil pelajaran Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam mengarungi kehidupan dunia ini menuju kehidupan yang abadi yaitu hari pembalasan, yang baik dibalas kebaikannya. dan yang jelek dibalas setimpal dengan kejahatannya

Dalam diri manusia terdapat nafsu yang mendorong untuk berbuat kebaikan atau kejahatan tergantung akal dan hati seseorang yang dimilikinya, jika nafsunya selalu melepaskan diri dari tantangan dan dan tidak mau menentang, bahkan patuh tunduk saja kepada nafsu syahwat dan panggilan syaitan maka namanya nafsu amarah bissu’; Nafsu yang belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lalai berbakti kepada Allah, sehingga dicela dan disesalinya namanya nafsu lauwamah; dan nafsu mutma’innah yaitu nafsu yang tenang pada suatu hal dan jauh dari kegunjangan yang disebabkan oleh bermacam-macam tantangan dan dari bisikan syaitan.

Dengan sifat-sifat nafsu tersebut, manusia bisa melakukan perbuatan terpuji atau tercela tergantung keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana. Nafsu harus dikendalikan dan diarahkan kepada kebaikan dengan menggunakan akal dan hati yang bersih, selalu mengingat Allah swt dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya baik dalam kadaan berdiri atau duduk atau berbaring.

Iman dan dzikrullah adalah potensi yang harus dimiliki oleh orang-orang yang mendambahkan kebahagian lahir-batin dan keselamatan dunia-akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# 4n1qèÛ óOßgs9 ß`ó¡ãmur 5>$t«tB ÇËÒÈ

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan menginati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka kebahagiaan  dan tempat kembali yang baik. (Q.S. Ar-Ra’d: 28-29)

Dengan mengingat (dzikir) Allah, hati mereka merasa nyaman dan terpikat untuk mendekat di sisi-Nya, merasa tenteram ketika mengingat kepada-Nya dan ridha Tuhan sebagai Tuannya serta sebagai Penolong.[7]

Mengingat Allah bukan berarti sekedar melakukan gerakan bibir semata kepada-Nya, meskipun menyebut nama-Nya adalah salah satu contoh mengingat-Nya. Sebab yang terpenting adalah ingat kepada Allah dalam segala situasi dan keadaan, khususnya ketika hendak melakukan dosa.[8]

Dengan iman dan dzikrullah, kehidupan seseorang akan .memperoleh ketenangan dan kebahagiaan lahir dan bathin. Rukun iman kita pahami dengan benar dan dzikir kepada Allah swt dalam kondisi apapun, sehat ataupun sakit.Dzikir hati dapat membersihkan hati dari hasud, buruk sangka, dendam, sombong dan penyakit hati lainnya.

Nabi Muhammad saw bersabda:

åqf^eã xäZE êã =a:

Artinya: Mengingat(dzikir) Allah dapat menjadi penawar hati. (HR Dailami)

Siapapun namanya, apapun jabatannya, kaya atau miskin sama-sama mempunyai potensi berbuat kebajikan atau kejahatan tergantung ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui atas segala perbuatan manusia baik yang nyata maupun yang batin. Maka beruntunglah orang-orang yang membersihkan hatinya dengan dzikrullah dan yang memperbanyak beramal sholeh serta berguna kehidupannya bagi dirinya, keluarga dan sesamanya hanya semata-mata meraih ridha Allah swt.

Bersambung...By Abi Umar(2/4/11/2014)





[1] M.Quraish Shihab, TafsirAl- Mishbah, vol. 15, hal. 375

[2] Muhammad An-Nawawi Al-Jawy, Murah labib Tafsir An-Nawawi, (Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah Indonesia),jilid 2.hal.543

[3] M.Quraish Shihab, TafsirAl- Mishbah, vol. 15, hal. 298

[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 4. hal. 516

[5] Ibid,  juz 2. hal.545

[6] Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2003), jilid.2. hal. 578

[7] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, juz 2. hal.512


[8] Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, jilid.8. hal.107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman