Rabu, 05 November 2014

POTRET HAMBA ALLAH





Tujuan Diciptakan Manusia?

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)

DR.Yusuf  Qardhawi dalam kitabnya ‘Haqiqat al-Tauhid’ memberikan makna ibadah sebagai berikut:

Kata ibadah mengandung dua makna, dan kedua makna itu mengkristal menjadi makna yang satu, yaitu; puncak kepatuhan yang dibarengi dengan puncak kecintaan. Kepatuhan yang menyeluruh yang dipadukan dengan kecintaan yang menyeluruh itulah yang dinamakan ibadat. [1]

Sedangkan makna ibadah menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

Ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang disukai dan diridhai oleh Allah dalam bentuk ucapan dan perbuatan batin dan lahir seperti shalat, puasa, dan haji. Kebenaran dalam pembicaraan, penunaian amanah, kebaktian kepada kedua orang tua, hubungan kekeluargaan dan sebagainya.[2]

Manusia bisa memilih pekerjaannya sesuai dengan bakat dan profesi masing-masing misalnya sebagai pengajar, pengusaha, kariyawan, pelayan, pegawai dan lain sebagainya. Pekerjaan diatas baik-baik saja yang penting dilakukan dengan benar dan halal serta tidak mengabaikan perintah agama yang dianutnya.

Dengan bekerja, seorang pemimpin rumah tangga atau pemimpin lainnya dapat mempunyai nilai lebih bagi yang menjadi tanggung jawabnya, tidak hanya berupa financial saja namun juga ada harapan masa depan guna memperoleh pahala dari Tuhan Yang Maha Bijaksana sesuai iman dan amal ibadahnya. Jangan sampai kita hanya bekerja keras saja – pagi dan malam – tanpa disertai niat yang tulus ikhlas dan etos kerja yang islami.

Islam tidak melarang mengejar dunia, harta dan jabatan yang penting didapat dengan cara yang hahal serta untuk bekal kembali kepada Allah swt. Bukankah kita diciptakan di muka bumi ini untuk beribadah, baik  hablum minallah dan hablum minannas sesuai petunjuk Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw.

Maksud firman diatas:”…melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Kata Ibnu Abbas,”melainkan supaya mereka tetap beribadah kepada-Ku baik secara sadar ataupun terpaksa.” Kata ibnu Jarij,”melainkan supaya mereka mengenal(makrifat)-Ku.”[3]

Sebagaimana cakupan pengertian ibadah diatas bahwa sesuatu pekerjaan atau profesi seseorang yang dilandasi kepatuhan dan kecintaan serta diridhai Allah swt maka dia memperoleh nilai ibadah. Oleh karena itu, kita harus rajin beribadah dalam arti yang luas.

Ali bin Abi Thalib berkata:”Sesungguhnya ada segolongan orang yang menyembah Allah karena mengharapkan (surga-Nya), maka itulah ibadah para pedagang. Ada pula segolongan orang yang menyembah Allah karena takut (akan siksa-Nya), maka itulah ibadah para budak. Dan ada pula segolongan orang yang menyembah Allah karena syukur (kepada-Nya), maka itulah ibadah orang-orang merdeka.”[4]

Allah SWT berfirman:.

øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès?

Artinya:  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(QS. Al-Baqarah: 30)

Maksud firman diatas,’seorang khalifah di muka bumi’ adalah sebagai ganti kalian (malaikat) dan petinggi kamu di sisi Allah lalu mereka enggan, karena mereka lemah dalam beribadah dan yang dimaksud (khalifah) adalah Adam as.[5]

Menurut al-Zamakhsyari dan lainnya,’seseorang di muka bumi.’ Adalah suatu kaum yang memimpin atas sebagian mereka di suatu masa dan seterusnya.Demikian juga menurut al-Qurthubi bahwa yang dimaksud bukan hanya Adam as (sebagai khalifah) saja tetapi generasi lain sebagaimana pendapat sebagian para mufassir.

Manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah swt. Menyembah kepada Allah pada intinya adalah berhubungan dengan Allah, memuja kebesaran Allah, dan berdo’a kepada Allah agar manusia dekat kepada-Nya. Upaya untuk mendekatkan diri yang utama adalah melalui komitmen melaksanakan rukun Islam sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Dengan demikian, tugas manusia untuk menyembah Allah merupakan ibadah khusus yaitu hubungan komunikasi langsung terhadap Allah tanpa suatu perantara menuju keridhaan-Nya.

Selain ibadah khusus, manusia juga bertugas untuk menyembah Allah melalui ibadah umum yaitu hubungan komunikasi antara manusia dengan manusia sekitarnya dengan berbuat baik kepada sesama manusia dan mengutuk serta mengharamkan segala bentuk permusuhan, perusakan, kebemcian dan kedengkian dalam kehidupan manusia. Islam juga mengharamkan berbuat kerusakan lahir seperti didaratan maupun di lautan dan batin yaitu menyekutukan Allah swt.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

Ÿwur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) çnqãã÷Š$#ur $]ùöqyz $·èyJsÛur 4 ¨bÎ) |MuH÷qu «!$# Ò=ƒÌs% šÆÏiB tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÎÏÈ

Artinya:  Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al-A’raf: 56)

Firman diatas,”membuat kerusakan di muka bumi’ menurut Muhammad An-Nawawi adalah kerusakan jiwa dengan pembunuhan yang sadis, kerusakan harta dengan cara yang haram(ghashab), menodai ajaran agama dengan kekufuran dan bid’ah, merusak keturunan (ansab) dengan perzinaan, merusak akal dengan mengkomsumsi minuman yang memabukkan.[6]

Ahli tafsir Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab ‘Shafwat at-Tafasir’ mengtakan: “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi dengan menyekutukan Allah dan berbuat maksiat sesudah Allah swt memperbaikinya dengan mengutus para rasul”[7]

Menyekutukan Allah swt adalah perbuatan yang sangat zhalim bagi manusia sehingga dapat merusak akidah dan dapat merusak alam sekitarnya juga dosanya tidak terampuni sebelum ia benar-benar bertaubat. Akidah yang salah menyebabkab manusia rugi dunia-akhirat. Oleh karena itu, kerusakan di daratan dan lautan factor utama adalah tangan-tangan jahil manusia yang tipis iman dan hawa nafsu yang buruk seperti sifat serakah.

Firman diatas,”sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” Menurut ibnu Katsir:”Sesungguhnya rahmat Allah diberikan kepada orang-orang yang berbuat baik, yaitu mereka yang mengikuti perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.”[8]

Dunia adalah tempat ujian bagi manusia yang beriman dan orang-orang yang tidak percaya kepada Allah swt. Dengan ilmu, harta dan jabatan manusia bisa mulia ketika mereka dapat memanfaatkan apa-apa yang diamanatkan dengan taat beragama dan bisa  tercela bila manusia tidak dapat melaksaksanakan amanat yang diembannya misalnya sombong dengan ilmunya, pamer dengan hartanya dan dhalim dengan jabatannya. Untuk itu, laksanakan amanat  apapun dengan penuh tanggung jawab baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain. Karena semua perbuatan manusia yang baik ataupun yang jelek akan mendapat balasannya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ `tBur ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB ;o§sŒ #vx© ¼çnttƒ ÇÑÈ



Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrapun, niscaya dia akan melihat(balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Q.S. Az-Zalzalah: 7-8)

Firman Allah swt ini dijelaskan oleh pakar tafsir al-Qurthubi: “Allah swt membuat perumpamaan ini  bahwa sesungguhnya Dia tidak pernah melupakan amal purbatan anak cucu Adam baik kecil maupun besar,” [9]

Berkata Ahmad bin Ka’ab al-Qarzhi:”Maka barangsiapa berbuat kebaikan seberat biji sawi sedangkan ia orang kafir, dia melihat balasannya(tsawab) di dunia sehingga ia di akhirat dan tidak mendapatkan apa-apa (syai’un) dan barangsiapa berbuat kejahatan dari seorang mukmin, dia melihat balasannya(‘uqubah) di dunia seperti jiwanya, harta, keluarga, anak keturunan sehingga dia keluar dari dunia (mati) dan dia bebas dari kejahatannya di sisi Allah swt.[10]

Oleh karena itu, manusia diperintahkan untuk berlomba berbuat kebajikan kepada dirinya dan orang lain, saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak saling  membantu dalam dosa dan permusuhan. Maka beruntunglah orang-orang yang dalam kehidupannya berguna bagi sesamanya, sebagaimana Rasulullah saw bersabda :

@änfe ktRZmã @äneã R5

Artinya: Sebaik-baik manusia adalah mereka yang kehidupannya berguna bagi sesamanya. (HR.Al-Qadha’I dari Jabir)

Bersambung... (3/5/11/2014)





[1] Yusuf al-Qardhawi, Haqeqat al-Tauhid, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1992), hal. 31

[2] Moh.Quraish Shihab, Falsafah Ibadah Dalam Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1992),hal.173

[3] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 4.hal.238

[4] Fadhlullah al-Ha’iri, Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku, Kata-kata Mutira ‘Ali bin Abi Thalib,(Bandung:Pustaka Hidayah,2003),hal.76-77.

[5] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi,jilid awal. hal.9

[6] Ibid, jilid awal.hal.283

[7]Muhammad Ali Ash-Shabuny, Shafwat at-Tafasir, jilid 3 hal. 451

[8] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 2 hal.222

[9]Muhammad Ali Ash-Shabuni. Shafwat at-Tafasir, jilid 3. hal. 591


[10] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi, jilid 2.hal.460

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman