Rabu, 12 November 2014

AMANAH DALAM ISLAM





Menerima Amanat ?
 Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.(QS Al-Insan: 3)

Allah swt menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Nya semata, khususnya kaum muslimin berkewajiban menerima rukun Islam dan rukun Iman. Ibadah dalam arti yang luas memberikan banyak peluang  untuk bermal sholeh sesuai dengan profesinya masing-masing, yang penting atas dasar keikhlasan dan sesuai petunjuk Rausulullah saw. Tugas hidup manusia dalam Islam hanyalah beribadah kepada Allah swt sesuai dengan kadar keimanan dan kemampuannya untuk melaksanaka amanat tersebut.

Amanat dalam Islam sangat komplek, tidak hanya berhubungan dengan Allah swt saja tetapi juga berhubungan dengan sesama, manusia dan lingkungan serta terhadap diri sendiri. Modal utama untuk melaksanakan amanat dengan baik adalah beriman kepada Allah swt dan mengikuti petunjuk nabi Muhammad saw.

Disamping itu, amanat harus diserahkan kepda yang berhak menerimanya jika tidak akan mengakibatkan sesuatu yang tidak kehendaki. Juga amanat yang berkaitan dengan diri sendiri sperti menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka baru kemudian orang-orang yang terdekat dengan beramal makruf –nahi mungkar sesuai dengan kemampuan masing-masing dapat dengan tenaga, harta, tahta dan ilmu untuk mendapatkan ridha Allah swt.

Allah SWT berfirman:

¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ

Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.(QS Al-Insan: 3)

Ayat ini menjelaskan bahwa amanat harus diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. Amanat pendidikan harus diserahkan kepada ahlinya yaitu para pengajar sesuai dengan bidangnya, ekonomi kepada para pakar ekonomi, keamanan kepada para pengaman aparatur Negara dan lain sebagainya. Jika tidak demikian, maka amanat yang dipercayakan tidak akan berjalan lancar dan hasilnya kurang baik.

Menurut pakar tafsir Al-Zamakhsyari bahwa firman Allah swt tersebut ditujukan kepada khalayak umum artinya setiap orang mempunyai amanat masing-masing. [1]

Sedangkan menurut ahli tafsir Ibnu Katsir:”Allah swt menyuruh melaksanakan amanat-amanat bagi orang-orang yang berhak menerimanya, baik yang berhubungan dengan hak-hak Allah ‘azza wa jalla bagi hamba-hamba-Nya seperti shalat, zakat, shiyam, khafarat dan lain sebagainya, dan juga hak-hak hamba kepada sesamanya seperti barang titipan dan lain sebagainya”[2]

Dari penjelasan kedua pakar tafsir tersebut setiap orang punya amanat yang harus dilaksanak dengan sebaik-baiknya, baik amanat yang berhubungan dengan Allah swt atau kepada sesamanya. Jika amanat dilaksanakan dengan baik dan benar maka Allah swt memberi balasan dengan sebaik-baik balasan sesuai dengan janji-Nya. Apapun amanatnya jika dilakukan sesuai dengan petunjuk agama maka akan mempunyai nilai ibadah dalam arti yang luas.

Allah SWT berfirman:

tûïÏ%©!$#ur öLèe öNÍkÉJ»oY»tBL{ ôMÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÌËÈ

Artinya: dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Q.S. Al-Ma’arij: 32)

Ayat ini menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni mengatakan bahwa orang-orang yang melaksanakan amanat yang diemban, mereka memelihara dan menjaga janjinya, jika mereka dipercaya mereka tidak berkhianat dan apabila mereka berjanji mereka tidak melanggarnya.[3]

Amanat yang diemban dan dilaksanakan dengan baik maka pelakunya mendapat pahala dan jika dilanggar maka ia berdosa. Pahala dan dosa bagi pelakunya sebagai bentuk kebijakan dan keadilan Allah swt. Sebagaimana firman Allah SWT:

ô`¨B Ÿ@ÏHxå $[sÎ=»|¹ ¾ÏmÅ¡øÿuZÎ=sù ( ô`tBur uä!$yr& $ygøŠn=yèsù 3 $tBur y7/u 5O»¯=sàÎ/ ÏÎ7yèù=Ïj9 ÇÍÏÈ

Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal yang sholeh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri. Dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya. (Q.S. Fushshilat: 46)

Mengerjakan amal sholeh maka pahalanya untuk dirinya sendiri, maksudnya manfaat amal tersebut kembali kepadanya demikian juga, perbuatan jahat akan menimpa kepada dirinya sendiri dan Allah swt sekali-kali tidak akan menyiksa seseorang melainkan sesuai dengan kadar dosanya dan Dia tidak akan mengazab seseorang kecuali telah diutus seorang Rasul kepadanya.[4]

Amal sholeh yang dikerjakan oleh seseorang seperti memberikan bantuan kepada orang lain maka balasan Tuhan berupa pahala akan kembali mannfaatnya kepadanya, demikian juga perbuatan yang buruk maka siksanya akan menimpa kepada yang melakukannya setimpal dengan perbuatannya, Allah swt menerima amal sholeh seseorang manakala ia melakukannya dengan ikhlas karena Allah swt dan cara pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.

Bisa jadi orang yang dermawan dengan harta, ilmu atau dengan jabatan digunakan dijalan Allah swt seperti membantu kesulitan orang lain, membantu untuk pembangunan masjid, pengembangan pesantren, pantai asuhan, memberikan beasiswa dan lain sebagainya dimata masyarakat dia orang baik karena perilakunya diatas, Namun belum tentu amal sholeh diatas diterima oleh Allah karena persyaratan diterimanya suatu amalan adalah sangat tergantung dengan niat seseorang. Syarat yang harus dipenuhi baginya ialah niat tulus ikhlas, harta yang halal dan sesuai syari’at Islam, Qur’an dan sunnah Rasulullah saw.

Allah SWT berfirman:

( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ

Artinya: …Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan janganlah ia menyekutukan seorangpun dalam beribadat dengan Tuhannya? (Q.S. Al-Kahfi: 110)

Menurut ibnu Katsir tentang ayat ini,”Barangsiapa mengharap pahala Allah swt dan balasan amal sholeh harus sesuai dengan syari’at-Nya karena Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, dua rukun  ( sesuai syari’at dan ikhlas) inilah suatu amal diterima. Tidak boleh tidak amal itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syar’at Rasulullah saw.[5]

Amal yang sholeh, berbuat kebajikan terus menerus sebagaimana orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh; Tidak menyekutukan Allah baik terang-terangan (jalli) seperti orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah ataupun secara tersembunyi (khafi) seperti orang-orang yang berbuat amal kebajikan dengan pamer(riya’).[6]

Maksud ayat diatas bahwa siapa saja yang ingin memperoleh pahala dengan berbuat kebajikan dan merasa takut siksa-Nya Allah swt dengan menghindari perbuatan yang tercela di dunia ini maka hendaknya ia tidak melakukannya dengan pamer dan tidak menyekutukan Allah swt Yang Maha Kuasa lagi Maha Kaya dengan menjadikan tandingan seperti hamba-hamba-Nya yang dikeramatkan dan dikultuskan oleh orang-orang yang salah akidahnya.

Allah SWT berfirman:

$pkšr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès?

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Q.S. Al-Anfal: 27)

Firman Allah swt diatas dijelaskan oleh Ibnu Abbas:”Mengkhianati Allah dengan meninggalkan apa-apa yang diwajibkan oleh-Nya, sedangkan mengkhianati Rasulullah saw  dengan meninggalkan sunnah-sunnah-nya dan bermaksiat kepadanya dan amanat-amanat yang dimaksud adalah amalan-amalan yang diamanatkan oleh Allah kepada para hamba”.[7]

Maksudnya janganlah kamu mengkhianati agamamu dan rasulmu dengan berbuat syirik kepada Allah swt, menjadikan tandingan kepada-Nya seperti berhala-berhala atau manusia yang dikultuskan dan membuat perkara yang baru dalam beragama atau bid’ah yang buruk.

Sebenarnya manusia itu sangat mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan sebagaimana potensi yang di milikinya. Kebajikan yang dikerjakan berarti mereka melaksanakan amanat dan jika kejahatan yang dilakukan maka mereka mengkhiantai Allah swt dan Rasul-Nya.

Manusia yang menerima amanat yang diberikan Allah swt juga manusia sendiri yang mengkhianatinya berarti manusia tersebut tergolong orang-orang yang amat zhalim dan sangat bodoh.

.           Allah SWT berfirman:

$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur šú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khuwatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh. (Q.S. Al-Ahzab: 72)

Ali bin Abi Thalib dalam firman ini berkata:”Amanat (al-amanat) adalah kewajiban-kewajiban (keagamaan) yang dibebankan kepada langit dan bumi, gunung  jika kalian melaksanakannya mendapat pahala dan jika melanggar memperoleh azab lalu mereka enggan menerimanya  dan mereka khuwatir mengkhianatinya dengan maksiat sebagai kehormatan atas agama Allah  yang diperkiraan tidak mampu menjalaninya lalu Allah swt mengamanatkan kepada Adam as dan ia menerimanya”.[8]

Amanat yang dimaksud firman diatas adalah kewajiban-kewajiban yang difardhukan oleh Allah swt kepada –hamba-hamba-Nya[9]

Para pakar tafsir berbeda pendapat apa yang dimaksud amanat dalam firman diatas, ahli tafsir al-Wahidi berkomentar bahwa makna amanat yang dimaksud menurut kebanyakan mufassir adalah ath-Tha’at (kepatuhan) dan apa-apa yang fardhu yang berkaitan dengan pahala bagi pelakunya dan siksa bagi yang melanggarnya. Al-Qurthubi berkata:”Amanat mencakup keumuman dan yang berkaitan dengan agama, ini pendapat yang shahih sebagaimana pendapat jumhur ulama”.[10]

Demikianlah amanat-amanat yang diberikan kepada manusia baik berkaitan dengan Allah swt dan Rasul-Nya, kepada dirinya dan keluarganya dan kepada sesama manusia dan lingkungannya. Semua amanat tersebut akan diminta pertanggung jawaban di hari pembalasan nanti, yang melaksanakannya dengan baik dibalas dengan pahala sedangkan yang mengkhianatinya dibalas dengan siksa setimpal dengan perbuatannya.

Nabi Muhammad saw bersabda:

u&~Q< oQ dpÒBi p Pã< kbfbY

Artinya:…Maka setiap kamu adalah pemimpin dan kepemimpinanmu akan diminta pertang jawaban, (HR. Ahmad, Bukhari-Muslim, Dawud dan Tirmidzi dari ibnu Umar)

Manusia yang menerima amanat Allah swt dan rasul-Nya dengan ikhlas dan sabar sesuai dengan keahlian masing-masing misalnya mengamalkan ilmu dengan mendidik, harta dengan menolong kebutuhan orang lain, jabatan dengan kebijakan dan keadilan sehingga masyarakat sejahtera lahir-batin atau dengan tenaga dan do’a maka mereka mulia di sisi-Nya serta mereka tergolong orang-orang yang terbaik, baik kaya ataupun miskin harta.

Nabi Muhammad saw bersabda :

@änfe ktRZmã @äneã R5

Artinya: Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang berguna bagi orang lain. (HR. Al-Qadhai dari Jabir)

Hadis tersebut diatas banyak memberikan peluang untuk berlomba dalam kebaikan dan takwa bagi orang-orang yang beriman baik yang kaya ataupun yang miskin harta, berilmu maupun yang sedikit pengetahuan, yang sehat ataupun yang sakit jasmani, yang berjabat tinggi maupun rakyat jelata.

Dengan nikmat sehat, bisa dugunakan untuk keras bekerja dan rijin beribadah, baik hubungan dengan Tuhan dan peduli juga dengan sesama; harta digunakan untuk menyelamatkan diri dan keluarga serta orang lain di jalan Allah swt; jabatan digunakan untuk mensejahterakan dan menegakkan keadilan bagi keluarga dan orang lain sesuai dengan agama yang dianut dan undang-undang yang berlaku; ilmu agama dan pengetahuan umum dimanfaatkan untuk menuju jalan yang benar dan bertakwa kepada Allah swt. Jika demikian, maka mereka menjadi hamba-hamba-Nya yang paling mulia dintara manusia.

Allah SWT berfirman:

4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ

Artinya:  Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(qs. Al-Hujrat: 13)

By Abi Umar (9/12/11/2014)





[1] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat at-Tafasir,.juz 1. hal.284

[2] Ibid. juz 1 hal. 284

[3] Ibid. juz 4 hal. 446

[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 4. hal.103

[5] Ibid. juz 3. hal. 108

[6] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi, jilid awal.hal. 510

[7] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat at-Tafasiri, juz 1. hal. 501

[8] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim,. jilid3.hal. 522

[9] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi, jilid 2hal. 190


[10] Muhammad Ali bin Muhammad Asy-Syaukany, Fath al-Qadir, hal. 1388

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman