BERSIHKAN
Hati Kita Dari Dendam Kesumat !
“Janganlah
kamu putus hubungan, belakang membelakangi, benci membenci, hasut menghasut.
Hendaknya kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara satu sama yang lain (yang
muslim) dan tidaklah halal bagi (setiap) muslim mendiamkan saudaranya lebih
dari tiga hari”. (HR. Bukhori dan Muslim)
Muqaddimah
Banyak sudah
korban yang berjatuhan oleh karena adanya tindakan balas dendam atau yang lazim
disebut dengan dendam kesumat yang dilakukan oleh seseorang kepada yang
lainnya.
Balas dendam
adalah tindakan emosional tanpa memikirkan akibat buruk yang akan ditimbulkan
di kemudian hari. Tindakan semacam ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang
tidak mampu dikontrol lagi secara manusiawi.Itu sebabnya banyak pula yang
mengklaim akibat perbuatan ini sebagai yang tidak manusiawi.Mengapa?
Munculnya rasa
balas dendam dikarenakan oleh hawa nafsu. Itulah salah satu kelebihan manusia
yang diberikan Allah kepadanya ialah adanya hawa nafsu yang tidak diberikan
kepada makhluq-Nya yang lain.
Pengertian
Pengertian
dendam menurut bahasa adalah rasa ingin melakukan pembalasan. Sedangkan,
menurut Syar’i, dendam adalah menyimpan permusuhan di dalam hati dan menunggu
kesempatan untuk melepaskannya. Allah SWT berfirman,
”32.
dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita
(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Selain
itu Rasulullah SAW juga pernah bersabda,
- “Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama dari puasa, shalat dan shadaqoh?, Jawab sahabat: “Tentu mau”. Sabda Nabi saw: “yaitu mendamaikan di antara kamu, karena rusaknya perdamaian di antara kamu adalah menjadi pencukur yakni perusak agama”. (HR. Abu Daud dan Turmudzi).
- “Janganlah kamu putus hubungan, belakang membelakangi, benci membenci, hasut menghasut. Hendaknya kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara satu sama yang lain (yang muslim) dan tidaklah halal bagi (setiap) muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”. (HR. Bukhori dan Muslim)
Penyebab
& Akibat Dendam
Dendam
adalah penyakit hati yang diajarkan Islam untuk menghindarinya.
Dendam
disebabkan sempitnya hati, dangkalnya iman, tak memiliki rasa murahhati
sehingga sulit memaafkan kesalahan orang.
Akibatnya
hanya akan kembali kepada dirinya sendiri, di mana dirinya akan selalu
mendapatkan kesulitan atas perbuatan dendamnya. Selain itu dendam akan
menyebabkan perpecahan dan pertikaian dalam Islam.
Bentuk
Dendam
Ada
beberapa bentuk dendam, yaitu
- Rasa ingin membalas pada orang yang pernah menyakitinya
- Rasa ingin melampiaskan rasa dendam pada orang yang tidak menyakitinya
Hikmah
Sebagai
orang islam, kita dilarang untuk mempunyai sifat dendam, karena dendam hanya
akan menyebabkan perpecahan dan pertikaian dalam Islam
Menghindari
Rasa Dendam
Jika kita
merujuk kepada sejumlah ayat Alquan al-majid atau hadis Rasulullah saw maka
kita akan menemukan beberapa jalan keluar sebagai alternatif pilihan untuk
menghindari dan menjauhi balas dendam itu.
Pertama, sabar. Ada yang mendefinisikannya sebagai sikap tabah dan tahan uji
terhadap segala masalah yang akan muncul sebagai akibat logis dari sikap itu.
Kesabaran itu pun mempunyai batas.
Tindakan balas
dari orang yang sabar kepada orang yang pernah menyakiti hatinya tidak akan
melampaui batas perbuatan yang menimpanya dahulu, karena ada petunjuk Allah
dalam hal ini, "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan
balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika
kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang
sabar"(Q.S. Al-Nahl/16:126).
Kesabaran
adalah perbuatan dan tindakan yang terpuji serta berkaitan erat dengan
kebenaran. Perhatikanlah firman Allah tatkala mengingatkan para pemimpin yang
harus memberi contoh bagaimana seharusnya mengamalkan kesabaran untuk
menegakkan prinsip-prinsip kebenaran, "Dan Kami jadikan diantara mereka
itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami" (Q.S. Al-Sajdah/32:24).
Bagi orang yang
bersabar atas segala macam musibah dan perlakuan dalam kehidupannya ini akan
memperoleh balasan dari Allah dengan sebuah janji yang maha benar "Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan"
(Q.S.Al-Nahl/16:96).
Pahala itu akan
dinikmatinya di hari kemudian di dalam surga yang serba lux dan penuh dengan
fasilitas serta layanan yang amat menyenangkan. Kehidupan di surga yang
demikian itu dapat diketahui dari firman Allah yang tertera pada surah
Al-Insan/76:12-21.Orang yang sabar memiliki keistimewaan tersendiri, karena
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar".(Q.S.
Al-Anfal/8:46).
Kedua, pemaaf. Salah satu sifat yang dipuji Allah adalah sikap seseorang untuk
mau memaafkan kesalahan orang lain (Q.S. Ali Imran/3:134). Meski ia terpuji
namun sulit untuk diterapkan. Gengsi dan beberapa macam pertimbangan status
kemanusiaan merupakan kendala utama bagi perwujudannya. Sekalipun Allah telah
menegaskan keutamaan dari sifat senang memaafkan kesalahan orang lain.
Sifat memaafkan
dan menyadari kesalahan (tawbat) yang telah diakui oleh orang lain adalah dua
hal yang beriringan muncul dari kedua belah pihak adalah juga sifat yang dipuji
Allah, karena sesungguhnya "Dialah yang menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu
kerjakan" (Q.S. Al-Syura/42:25).
Jika keadaan
beliau itu kita teorikan,maka ada lima pemeringkatan untuk meredam kemarahan
yaitu: (1) sudah saatnyakah saya marah, (2) sudah betulkah saya marah, (3)
apakah kemarahan saya bisa merubah orang, (4) apakah materi kemarahan saya
sudah betul, dan (5) untuk apa saya marah? Ternyata, kemarahan yang muncul dari
diri bisa dikontrol dan dikendalikan dengan cara mengedepankan pertimbangan
akal daripada emosi.
Tips Dari Dendam
Kisah-kisah
Abu
Sufyan adalah salah seorang tokoh terkemuka di kalangan masyarakat kota Mekkah.
Dia seorang yang dihormati, kaya dan pandai dalam melakukan diplomasi. Namun
hatinya nyaris tertutup terhadap risalah kebenaran yang dibawakan Nabi. Dia
tidak tanggung-tanggung dalam upayanya untuk memusuhi Nabi dan kaum muslimin,
baik ketika Nabi dan para sahabatnya masih bermukim di Mekkah, maupun ketika
kaum muslimin sudah berada di Madinah.
Beberapa
kali Abu Sufyan memimpin ekspedisi militer kaum Quraisy untuk memerangi Nabi.
Sekalipun dia terpaksa menanggung malu akibat kegagalan pasukan-pasukan Quraisy
untuk menghancurkan kaum muslimin dalam Perang Khandak, dia tetap merasa bahwa
kedudukan mereka yang menentang Nabi dan kaum muslimin masih cukup kuat,
apalagi setelah kaum Quraisy berhasil “memaksa” kaum muslimin untuk menerima
gencatan senjata yang sifatnya merugikan, dalam perjanjian Hudaibiyah.
Namun
keangkuhan Abu Sufyan ini berubah menjadi kekhawatiran yang amat sangat, ketika
dia menerima informasi bahwa Rasulullah saw menggerakkan kaum muslimin dalam
jumlah yang sangat besar pada tahun ke-9 setelah terjadinya peristiwa hijrah,
menuju Mekkah sebagai akibat pelanggaran yang dilakukan oleh kaum Quraisy
terhadap perjanjian Hudaibiyah.
Dengan
meminta bantuan al-Abbas, seorang paman Nabi yang telah menjadi muslim, Abu
Sufyan berusaha untuk dapat menemui Nabi, yang dengan pasukan muslim yang amat
besar berkemah tidak jauh dari kota Mekkah, untuk mengetahui tujuan dari misi
militer muslim itu. Kesadarannya bahwa kaum Quraisy berada di pihak yang salah
karena melanggar perjanjian itu, telah mendorongnya untuk berusaha menemui
Rasulullah.
Rasa
takjubnya yang amat sangat melihat besarnya jumlah pasukan muslim, ketaatan
kaum muslimin kepada Rasulullah dan ketakutannya pada bayangan kehancuran kota
leluhurnya bila kaum muslimin bergerak menyerbu kota Mekkah, telah membuka hati
Abu Sufyan untuk menerima ajaran Islam, ketika dia diterima menghadap Nabi.
Rasulullah
yang pernah merasakan kezaliman dari orang-orang Quraisy dan para pemukanya,
tidak memiliki rasa dendam terhadap kaum yang menzaliminya itu, dan bahkan
memberikan jaminan keamanan kepada penduduk Mekkah yang mencari perlindungan di
rumah Abu Sufyan. Rasulullah pun memberikan pengampunan kepada Hindun, isteri
Abu Sufyan, padahal Hindun inilah yang melakukan perbuatan keji dengan
melakukan mutilasi terhadap jenazah Hamzah ra, yang syahid dalam Perang Uhud;
suatu perbuatan yang menjadikan Nabi amat berduka.
Wallahul
Musta’an
BY ABI FAID.JAKARTA
27/3/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar