Rabu, 21 Agustus 2013

TOLERANSI ANTAR AGAMA


             
ISLAM Menyempurnakan Akhlaq Ummat Manusia

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
[Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal]. (al-Qur’an)

Muqaddimah
Di Indonesia memang banyak faham-faham yang disebarkan, sebagian mereka adalah sengaja diberi beasiswa ke luar negeri yang mereka dicekoki oleh faham-faham tertentu sehingga menjadikan Indonesia yang sudah damai ini, diusik. Bagaimana umat Islam yang mayoritas ini aqidahnya keropos. Ini memang ada unsure kesengajaan. Ini sangat berbahaya, karena banyak umat Islam sendiri yang tidak faham akan ajarannya, mereka lebih cenderung kepada duniawi, mereka mengejar terus untuk mencapai perekonomian yang tinggi walaupun dengan berbagai cara.
Produk-produk disebarkan kepada kita, tetapi tidak jelas mana yang halal mana yang haram. Ini memang disengaja agar muslim yang terbesar di Indonesia ini lemah, karena mereka takut akan kebangkitan umat Islam dari Indonesia. Jadi umat Islam dalam toleransi harus mengukur, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Yang bersifat sosial umat Islam harus banyak wawasan keagamaan, kebangsaan dan pembangunan. Wawasan keagamaan untuk mengetahui hukum-hukum keagamaan sehingga tahu mana yang boleh mana yang tidak boleh menurut agama, mana yang haram, mana yang dianjurkan.
 Wawasan kebangsaan, untuk mengetahui sejauh mana kita bisa bergaul dengan non muslim dan masyarakat pada umumnya yang sesuai dengan ajaran agama dan hukum Negara. Wawasan pembangunan adalah kita harus punya cita-cita untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang, punya komitmen membangun bangsa dan Negara. Kita harus cinta tanah air sebagai NKRI, tetapi kita juga harus tetap cinta kepada agama kita. Jangan sampai karena konsep pembangunan,lalu luntur keimanan, hancur akhlak kita.
Toleransi dalam Islam dan kebebasan beragama adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada situasi saat ini ketika Islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran, diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, sebaliknya Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga jauh dari perdamaian, kasih sayang dan persatuan.

Memang tidak dapat dipungkiri kesimpulan keliru oleh para pengkritik Islam tersebut terbentuk dari fakta-fakta sebagian kecil umat Islam yang melakukan tindakan yang mengatasnamakan jihad Islam yang tidak tepat. Tetapi meski demikian kita akui juga bahwa kekuasaan yang sewenang-wenang yang diterapkan oleh negara-negara adidaya terhadap negara-negara miskin dan negara berkembang serta standar ganda yang mereka terapkan ketika terjadi kesepakatan antara mereka dengan negara-negara berkembang yang juga termasuk negara-negara Islam- adalah penyebab alami reaksi kekerasan yang timbul. Tentu saja ini bukanlah cara-cara Islam dan benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam. 

Islam adalah agama yang mengajarkan untuk menghormati para utusan Allah, meyakini bahwa mereka adalah para utusan Allah yang benar yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran yang benar sesuai dengan situasi pada masing-masing zaman. Dari hal ini bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa agama seperti ini tidak mengajarkan toleransi terhadap agama lain? Bagaimana bisa dikatakan agama Islam tidak mengajarkan persatuan dan kerukunan dengan agama lain? Bagaimana bisa agama Islam mengajarkan kebiasaan intoleransi agama dan menganjurkan hidup dengan orang lain tanpa cinta dan kasih sayang? Tidak mungkin. Menyatakan bahwa dalam agama Islam tidak ada nilai-nilai kesabaran dan kebebasan berpendapat atau berbicara adalah suatu tuduhan yang tidak berdasar.

Definisi Toleransi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti kata ‘toleransi’ berarti sifat atau sikap toleran. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1. h. 1065)
Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.( idem )
Toleransi merupakan kata yang diserap dari bahasa Inggris ‘tolerance’ yang berarti sabar dan kelapangan dada, adapun kata kerja transitifnya adalah ‘tolerate’ yang berarti sabar menghadapi atau melihat dan tahan terhadap  sesuatu, sementara kata sifatnya adalah ‘tolerant’ yang berarti bersikap toleran, sabar terhadap sesuatu.( Jhon M. Echol dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris Indonesia), (Cet. XXV; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 595.)
 Sedangkan menurut Abdul Malik Salman, kata tolerance sendiri berasal dari bahasa Latin: ‘tolerare’ yang berarti berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi.( Abdul Malik Salman. 1993. al-Tasâmuh Tijâh al-Aqaliyyât ka Darûratin li al-Nahdah. Kairo: The International Institute of Islamic Thought, h. 2.)
 Dengan demikian, pada awalnya dalam makna tolerance terkandung sikap keterpaksaan.
Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan kata toleransi adalah samâhah atau tasâmuh. Kata ini pada dasarnya berarti al-jûd (kemuliaan), (Jamaluddin Muhammad bin Mukram Ibn al-Mandzur. t. th. Lisân al-‘Arab, Beirut: Dar Shadir. Cet. ke-1. Jilid 7. h. 249.)
atau sa’at al-sadr (lapang dada) dan tasâhul (ramah, suka memaafkan).( Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. Edisi ke-2. Cet. Ke-14. h. 657.)

 Makna ini  berkembang menjadi sikap lapang dada atau terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia.( Abdul Malik Salman. Al-Tasâmuh Tijah al-Aqaliyyat ..., h. 2.)

 Dengan demikian, berbeda dengan kata tolerance yang mengandung nuansa keterpaksaan, maka kata tasâmuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap yang bersumber pada kemuliaan diri (al-jûd wa al-karam) dan keikhlasan.
Standar Toleransi Islam

Contoh lain yang sangat baik tentang toleransi, AlQuran Suci menjelaskan bahwa bagaimanapun keadaannya, Anda tidak boleh meninggalkan toleransi. Terlepas dari kekejaman yang ditimbulkan pada kalian, kalian jangan bertindak selain dengan keadilan dan tidak membalas dendam dengan cara yang sama kejamnya. Jika kalian melakukannya, maka kalian adalah sesat, kata lain untuk sebutan keislaman kalian menjadi tidak berarti. AlQuran Suci menyatakan:

”...janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.” (Q.S 5: 9)

Ini adalah standar toleransi dan keadilan dalam Islam. Islam menganjurkan untuk tidak menanggapi tuduhan rendah dan hina dari lawan,  karena dengan melakukan itu maka akan membuat kita sendiri menjadi kejam. Sebaliknya memaafkan adalah tindakan yang lebih baik dan kalaupun diharuskan untuk membalas maka kita balas dengan catatan tidak melebihi luka yang telah ditimbulkan kepada kita.

Sebuah contoh luar biasa tentang toleransi dan pengampunan adalah seperti yang diperlihatkan oleh Rasulullah saw yang yang mengampuni semua penganiaya pada saat Fattah Mekkah. Sejarah telah mencatat peristiwa ini. Ikramah adalah musuh terbesar Islam. Meskipun amnesti umum telah diproklamasikan oleh Rasulullah saw pada hari kemenangan tersebut, Ikramah memilih melawan kaum muslimin, ia akhirnya kalah dan kemudian melarikan diri. Ketika istri Ikramah memohon pengampunan, Rasulullah saw pun mengampuni. Segera setelah pengampunan, ketika Ikramah muncul ke hadapan Rasulullah saw, Ikrimah berkata kepada Rasulullah saw dengan sombongnya bahwa 'Jika Engkau berpikir bahwa karena pengampunan Engkau saya juga akan menjadi seorang Muslim, maka biarkan hal ini jelas bahwa saya tidak menjadi Muslim. Jika Anda dapat memaafkan saya sementara saya tetap teguh pada keimanan saya, maka itu baik, tetapi jika sebaliknya saya akan pergi. Rasulullah (saw) bersabda: Tidak diragukan lagi Engkau bisa tetap teguh dengan keimanan Engkau. Engkau bebas dalam segala hal. Tambahan pula, ribuan orang-orang Mekkah pada waktu itu juga belum menerima Islam dan meskipun kalah mereka tetap mendapatkan hak kebebasan mereka dalam beragama. Jadi ini adalah ajaran AlQuran Suci dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah saw mengenai hal ini.

Kemudian beberapa contoh lain dari kebebasan berbicara dan toleransi. Suatu ketika Rasulullah saw membeli unta dari seorang Badui yang ditukar dengan sekitar 90 kilo kurma kering. Ketika Rasulullah saw sampai dirumah, ia menemukan bahwa semua kurma telah hilang. Dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan, beliau mendatangi orang Badui tersebut dan berterus terang padanya, Wahai hamba Allah! Saya telah membeli unta dengan ditukar dengan kurma kering dan saya merasa bahwa saya memiliki banyak kurma tetapi ketika saya sampai dirumah, saya menemukan bahwa saya tidak memiliki kurma yang banyak. Orang Badui itu berkata: Dasar penipu! Orang-orang mulai memberitahu Badui untuk berhenti berbicara seperti itu terhadap Rasulullah saw, tetapi Rasulullah saw bersabda: Biarkan dia. (Masnad Ahmad bin Hanbal Vol.6 p.268 diterbitkan di Beirut)

 Toleransi dalam Perspektif Hadis Nabi saw.
Dalam hadis Rasulullah saw. ternyata cukup banyak ditemukan hadis-hadis yang memberikan perhatian secara verbal tentang toleransi sebagai karakter ajaran inti Islam.  Hal ini tentu menjadi pendorong yang kuat untuk menelusuri ajaran toleransi dalam Alquran, sebab apa yang disampaikan dalam hadis merupakan manifestasi dari apa yang disampaikan dalam Alquran.
Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw., beliau bersabda :
         
حَدَّثَنِا عبد الله حدثنى أبى حدثنى يَزِيدُ قَالَ أنا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ.
[Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)]"

Ibn Hajar al-Asqalany ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata: “Hadis ini di riwayatkan oleh Al-Bukhari pada kitab Iman, Bab Agama itu Mudah” di dalam sahihnya secara mu'allaq dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syarat-syarat hadis sahih menurut Imam al-Bukhari, akan tetapi beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adâb al-Mufrad  yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibn ‘Abbas dengan sanad yang hasan. Sementara Syekh Nasiruddin al-Albani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya adalah hasan lighairih.”Nasaruddin al-Bani.
Berdasarkan hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai aspeknya, baik dari aspek akidah maupun syariah, akan tetapi toleransi dalam Islam lebih dititikberatkan pada wilayah mua’malah. Rasulullah saw. bersabda :

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى.

[Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Ayyasy telah menceritakan kepada kami Abu Ghassan Muhammad bin Mutarrif berkata, telah menceritakan kepada saya Muhammad bin al-Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli,  dan ketika memutuskan perkara"].HR Bukhari.

Batas Toleransi Dalam Islam

Toleransi dalam bahasa agama adalah tasamuh. Istilah toleransi ini janganlah didramatisir, dibuat suatu konsep sedemikian pula lalu mecampur aduknya. Jadi sudah ada petunjuk jelas di dalam agama, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam Islam ada ajaran aqidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Akhir-akhir ini memang banyak orang memberikan makna toleransi sengaja agar masyarakat tidak faham.
 Ada orang yang sengaja mendistorsi makna toleransi dengan tujuan tertentu sehingga membuat makna toleransi menjadi rancu. Sehingga ada suatu kelompok yang mengusulkan pada saat bulan suci Ramadan umat Nasrani boleh mengadakan shalat tarawih kemudian buka bersama di dalam Gereja. Ini secara faktual memang ada upaya, dengan dalih kerukunan umat beragama. Dalam kesempatan ini kami menjawab, bahwa hal seperti itu tidak boleh. Haram. Sebab yang ingin dibangun oleh Islam dalam hal toleransi adalah masalah-masalah sosial, misalnya ketika orang terkena musibah, atau problem yang menyangkut masalah kemanusiaan, umat Islam tidak mempermasalahkan.
Ketika kita bertetangga dengan orang non muslim, kemudian dia sakit, kita boleh membesuk, kita boleh membawa oleh-oleh untuknya. Atau ketika dia punya hajat mantu, kita boleh untuk menyumbang (Jawa:buwuh). Atau ketika umat Islam menemui orang yang sedang kecelakaan harus menolong dan tidak perlu menanyakan terlebih dahulu agamanya apa. Jadi secara kemanusiaan, umat Islam memberikan toleransi untuk saling menolong dan membantu yang membutuhkan bantuan. (Al Maidah:2) Ketika menyangkut masalah aqidah dan syirik Islam sangat tegas, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Kafirun : 1-6.

Jadi jika umat Islam diminta untuk hadir dalam acara natalan, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu itu ketuanya Buya HAMKA, dengan tegas menyatakan bahwa menghadiri natalan bersama adalah haram. Dan keputusan hukum itu sampai sekarang tidak dicabut. Jadi kalau umat Islam sapapun dan mempunyai jabatan apapun jika diundang oleh umat Kristiani, haram menghadirinya.
Mengamini doa umat lain yang berkeyakinan beda, yang mempunyai tuhan berbeda, jika kita mengamini, berarti menyetujui mereka, inilah yang menjurus kepada perbuatan syirik. Rasulullah SAW bersabda : Ad du’aa’u muhhul ibaadah (doa adalah otaknya ibadah). Kalau kita cermati kegiatan doa bersama ini adalah merupakan taktik, dan merupakan skenario global, yang tujuan utamanya adalah merusak aqidah umat Islam di Indonesia yang mayoritas. Karena mereka tidak akan mungkin memeranginya dengan fisik, karena akan sia-sia. Untuk itu, umat Islam harus memahami betul, sehingga tidak salah dalam bersikap. ( Al Hujurat : 13)

Sikap toleransi dalam Islam yang berhubungan dengan akidah sangat jelas yaitu ketika Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. untuk mengajak para Ahl al-Kitab untuk hanya menyembah dan tidak menye-kutukan Allah swt., sebagaimana firman-Nya:

ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=Ÿ2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur žwr& yç7÷ètR žwÎ) ©!$# Ÿwur x8ÎŽô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© Ÿwur xÏ­Gtƒ $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrߊ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB

[Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita  tidak sembah kecuali Allah dan kita tidak persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"].Ali Imran:64
Pada ayat ini terdapat perintah untuk mengajak para ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani untuk menyembah kepada Tuhan yang tunggal dan tidak mempertuhankan manusia tanpa paksaan dan kekerasan sebab dalam dakwah Islam tidak mengenal paksaan untuk beriman sebagaimana Allah swt. berfirman:
لآإِكْرَاهَ فِيْ الدِّيْنِ
[Tidak ada paksaan dalam beragama]al-Baqarah:256
Dalam beberapa riwayat diketahui Rasulullah saw. Juga mendoakan agar Allah swt. memberikan kepada mereka (kaum musyrik) hidayah untuk beriman kepada-Nya dan kepada risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Diantara riwayat-riwayat tersebut adalah kisah qabilah Daus yang menolak dakwah Islam yang disampaikan oleh Tufail bin Amr ad-Dausi, kemudian sampai hal ini kepada Rasulullah saw.,  lalu beliau berdo'a :
 "اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ"
[Ya Allah, tunjukilah qabilah Daus hidayah dan berikan hal itu kepada mereka].HR Bukhari.

Berdasarkan riwayat di atas, maka benarlah bahwa Rasulullah saw. diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. Beliau tidak tergesa-gesa mendoakan mereka (orang kafir) dalam kehancuran, selama masih terdapat kemungkinan diantara mereka untuk menerima dakwah Islam, sebab beliau masih mengharapkannya masuk Islam. Adapun kepada mereka yang telah sampai  dakwah selama beberapa tahun lamanya, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kenginan untuk menerima dakwah Islam dan dikhawatirkan bahaya yang besar akan datang dari mereka seperti pembesar kaum musyrik Quraisy (Abu Jahal dan Abu Lahab dkk), barulah Rasulullah mendoakan kehancuran atas nama mereka.
Kaitan toleransi dengan mu’amalah antar umat beragama
Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya dalam praktek kehidupan sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, Islam dalam konteks QS. Ali Imran/3: 85 (bahwa agama yang diterima disisi Allah hanya Islam), harus dipahami sebagai agama yang dibawa Nabi Muhammmad saw. sebagai kelanjutan dan penyempurnaan dari agama yang dibawa para nabi sebelumnya, yang bermula pada Nabi Ibrahim as. sampai kepada Nabi Musa as. dan Isa as
Toleransi dalam beragama bukan berarti boleh bebas menganut agama tertentu, atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan  akan adanya agama-agama lain dengan segala bentuk sistem dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
     Kesimpulan
1.Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, mendiam-kan, dan menghargai sebagaimana yang didefenisikan oleh para pakar leksikograf baik Inggris maupun Arab.
2. Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai bagian yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah interaksi sosial sebagaimana yang ditunjukkan dari sikap Rasulullah saw. terhadap non muslim pada zaman beliau masih hidup.
3. Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama lain dengan tidak bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan keyakinan agama lain dengan keyakinan Islam itu sendiri, menjalankan keyakinan dan ibadah masing-masing.
4. Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah dari bingkai syariat, sebab jika terjadi, maka akan menimbulkan kesalah pahaman makna yang berakibat tercampurnya antara yang hak dan yang batil.
5. Ajaran toleransi merupakan suatu yang melekat dalam prinsip-prinsip ajaran Islam sebagaimana terdapat pada iman, islam, dam ihsan.
JAKARTA 21/8/2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman