Kamis, 29 Agustus 2013

MA'RIFATULLAH MENURUT ISLAM


           
KAPAN MENGENAL ALLAH SWT ?
“ Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu ” (QS. AlHujarat:13).
كنت خزينة خا فية احببت ان اغرف فخلقت الخلق فتعر فت اليهم فعرفونى
Aku (Allah) adalah perbendaharaan yang tersembunyi (Ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, makaaku ciptakanlah mahluk. Olehkarena itu Aku memperkenalkan DiriKu kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi)
Muqaddimah
Ibnu Qoyyim dalam kitab Al Fawaidhal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah” seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)
Jelas sudah dari ayat di atas, bahwa Allah tidak melarang bahkan memerintahkan HambaNyauntuk mengenal diriNya,Ma’rifat kepada Tuhan tidak bisa ditemukan meskipun dengan menyembahnya secara benar. Ma’rifat dapat ditemukan dengancara larut dengan-Nya, melalaikandunia secara total dan terus-menerus berpikir tentang-Nya. Mungkin bagi kita yang hanya sebagai manusia yang tergolong kedalam golongan ma’rifat mukmin menurut Dzunnin al-Mishrimasih di kategorikan belum mampu untuk larut dengan-Nya, melalaikan dunia secara total danterus-menerus berpikir tentang-Nya. Begitu pula yang termasuk ke dalam golongan ma’rifat ……. Mereka adalah para filosof, ahli ilmu kalam, dan para pemikir. Mereka hanya mengetahui Allah berdasarkan data-data empiris melalui penelitian-penelitian.
Mereka tidak mengenal Allah dan mereka tidak mampu membuka hijab Allah SWT karena mereka tidak sepenuhnya memusatkan pikiran dan hidup mereka untuk mengetahui Dzat Allah.
Makna Ma’rifatullah
Istilah Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti
mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan
pengamalan Tasawuf, maka istilah ma'rifat di sini berarti mengenal
Allah ketika Shufi mencapai maqam dalam Tasawuf.

Kemudian istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa Ulama
Tasawuf; antara lain:

a. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf
yang mengatakan:

"Marifat adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud
yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya."

b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat
Abuth Thayyib As-Saamiriy yang mengatakan:

"Ma'rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Shufi)...dalam
keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi..."

c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad
bin Abdillah yang mengatakan:

"Ma'rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu
pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang
meningkat ma'rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya)."

Pengertian Ma’rifat

Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang bisa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam bathinnyadengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan dan hakikat itu satu dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya ma’rifat digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Ma’rifat muncul seiring dengan adanya istilah Tasawwuf, dimana dalam Tasawwuf (dalam hal ini para sufi ‘) berusaha melakukan pendekatan dan pengenalan kepada Allah untuk mencapai tingkat ma’rifatullah yang tinggi. Disaat itulah mulai dikenal istilah Ma’rifat.
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi atas ma’rifat, ada baiknya kita mendalami kata ini secara komprehensif menurut pandangan dari sufi pertama yang berbicara tentang ma’rifat yang spesifik tentang tasawwuf yaitu Dzunnun al-Mishri, beliau berpendapat bahwa “Ma’rifat Sufistik pada hakekatnya adalah ‘irfan atau Gnost. Tujuan ma’rifatmenurut beliau adalah berhubungan dengan Allah, musyahadat terhadap wajah Allahdengan kendalinya jiwa basyariyah kepada eksistensinya yang inhern, wasilahnya dan mujahadah olah spiritual. Ma’rifat datang ke hati dalam bentuk kasyf dan Ilham.
Dalam arti Sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan ini lengkapdan jelas sehingga jiwa merasa satu dengan Allah.
Prof DR Harun Nasution, mengatakan bahwa ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan sanubari. Dalam artian mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati-sanubari dapat melihat Tuhan. Oleh karena itu orang-orang sufi mengatakan :
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanyalah Allah.
2. Makrifat adalah cermin, kalau seorang yang arif melihat ke cermin maka yang dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif saat tidur dan bangun hanyalah Allah.
4. Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk materi, semua orang yangmelihatnya akan mati karenatak tahan melihat kecantikan danbentuk keindahannya, dan semuacahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan yanggilang gemilang.

Dari beberapa definisi di atas dapat kita fahami bahwa ma’rifatadalah mengetahui rahasia-rahasia Allah dengan hati sanubari. Tujuan yang ingin dicapai ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
Sebagaimana dikemukakan al-Kalazabi, ma’rifat datang sesudah mahabbah, hal ini disebabkan karena ma’rifat lebih mengacu pada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
Allah swt Memberikan Kelebihan Kepada Hamba-Nya
” Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya ” (QS.Al Bayyinah:4-6).
” Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi manusia kebanyakan tidak bersyukur ” (QS.Al Baqarah:243), (Al Mu’min:61), (Yunus:60).
” Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hamba Nya ” (QS.Al Baqarah:90).
Allah telah menyediakan dan memberikan beberapa kelebihan untuk manusia sehingga manusia yang asal mulanya sama diciptakan dari tanah kemudian mempunyai tingkat kelebihan yang berbeda disisi Allah karena ketaqwaan dan usaha mereka untuk mencapai kehadhirat-Nya. Kelebihan Allah yang diberikan kepada manusia diluar adat kebisaan manusia biasa (Khariqul Adat) dan diluar akal manusia, sehingga manusia yang mendapatkelebihan dapat berbuat diluar adat dan akal manusia.
1. Para Rasul
Mendapat kelebihan Mu’jizat dengan jalan mendapat Wahyu dari Allah untuk bekal da’wah menegakkan agama Tauhid dan memberantas kemusyrikan.
Katakanlah: ” Sesunggguhnya akuini ( asalnya ) hanya manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku. Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ” (QS. Al Kahfi:110 ).
“Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan Dia) dan sebagian- sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan kami berikan kepadaIsa putera Maryam beberapa Mu’jizat serta kami perkuat mereka dengan Ruhul Qudus ” (QS.Al Baqarah:253)
2. Para Nabi
Mendapat kelebihan Irhash dengan jalan mendapat Ilham dariAllah untuk bekal da’wah menegakkan kebenaran dan menghapuskan kejahatan.
” Dan sesungguhnya telah kami lebihkan sebagian Nabi-nabi itu diatas sebagian ( yang lain ) dan kami berikan Zabur kepada Daud”(QS. Al Isra:55).
3. Para Wali
Mendapat Karomah dengan jalan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi dalam menjalankan pengetahuan tasawuf hingga mencapai Ma’rifat kepada Allah.
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temuiKaromah para wali dijagat raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untukmembuktikan keagungan dan kebenaran Allah.
” Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa ” (QS. Yunus:62-63)
4. Para shalihin (orang-orang yang salih)
Mendapat Ma’unah karena ketaqwaan mereka kepada Allah dan Istiqomah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhkan laranganNya.
“ Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu ” (QS. AlHujarat:13).
” Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapaderajat, Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ” (QS.Al Mujadilah:11).
” Dan Allah mempunyai kelebihan ( yang dicurahkan ) atas orang-orang yang beriman ” (QS. Ali Imran:152).
Mendekatkan Diri Kepada Allah
Orang mukmin yang sejati wajib memberikan apa yang dia mampu untuk mencari jalan (jalan= Thoriqot)  untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, maka dia wajib merambah jalan menuju ma’rifat. Jalan terbaik yang dimaksud adalah dengan : ”Melakukan segala perintah wajib dan meninggalkan segala larangan”.(Lihat kitab: Thoriqoh). Maka dengan menghiasi hati dengan sifat- sifat terpuji dan menjauhkan diri dari segala sifat tercela dan selalu Tafakkur, maka berarti ia akan sampai pada jalan makrifatullah.
Orang yang telah sampai pada derajat Makrifatullah, telah dianggap dekat kepada Allah ketika perbuatannya menjadi sangat baik dan hatinya tidak henti-hentinya berfikir tentang sifat Allah yang menjadikan rasa takut (Khouf) sebagai cambuk untuk tingkah lakunya dan rasa cinta (Mahabbah) sebagai kendali dalam imannya, sebagai petunjuk kepada Allah dalam mencari keridlaan Nya.
Menurut Syeikh Rifa’i bagaimanapun juga seorang hamba sampai kepada derajat tertinggi dalam ma’rifatnya dan telah sanggup mendekatkan diri kepada Allah dengan segala pengabdiannya,mereka tetap saja takkan mungkin dapat melihat dzatnya Allah. Karena Dzat Allah hanya akan dapat dilihat “Bagaikan Bulan Purnama” di sorga nanti bagi para penghuni sorga.
Hamba yang dapat melihat di dunia ini satu-satunya hanyalah Nabi Muhammad SAW. Itupun tatkala beliau Mi’roj kelangit, bukan didunia ini. Manusia selain Muhammad tidak akan bisa melihat dengan penglihatan mata kepala dan tidak akan dapat melihat Dzat Allah kecuali bagi golongan para nabi dan rasul yang mempunyai sifat-sifat istimewa.
Penghalang Melakukan Ma’rifat
Syaitan selalu berusaha untuk menghalangi usaha manusia dalammencapai kelebihan Allah (Melakukan Ma’rifat) dengan bermacam halangan agar manusiatidak dipandang oleh Allahdan jauh dari rahmatNya. ”Syaitan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruhkamu berbuat kejahatan” (QS.Al Baqarah:268). Ada beberapa penghalang yang berupa dosa yang menghalangi manusia untuk mencapai kelebihan Allah diantaranya dosa-dosa itu adalah:
• Perbuatan Maksiat
• Mengikuti Hawa nafsu
• Cinta pada dunia
• Mengikuti dogma / ajaran yang dilarang agama.
Penutup
D alam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. “(Allah) mencintai mereka dan merekapunmencintai-Nya.” (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buahdari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, danlain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah).

Dalam buku “Mahabbatullah” (mencintai Allah), Imam Ibnu Qayyim menuturkan tahapan-tahapan menuju wahana cinta Allah. Bahwasanya cinta senantiasa berkaitan dcngan amal. Dan amal sangat tergantung pada keikhlasan kalbu, disanalah cinta Allah berlabuh. Itu karena Cinta Allah merupakan refleksi dari disiplin keimanan dan kecintaan yang terpuji, bukan kecintaan yang tercela yang menjerumuskan kepada cinta selain Allah
Tidak ada pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang hamba yang mampu melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah SWT. Sudah menjadi sifat manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang memberi kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dankebesaran Allah secara lahir dan batin, akan mengantarkan kepada rasa cinta yang mendalamkepadaNya.
Ketertundukan hati secara total di hadapan Allah, disinilah kita sebagai hamba Allah bisa membuktikan bahwa ma’rifat kepada Allah juga tertanam dalamkalbu kita, berusaha mewujudkannya dalam setiap perbuatan, ibadah dan merealisasikannya dalam kehidupan sehingga kita termasuk dalam golongan ma’rifatullah.Amiin...
Wallah A’lam Bishawab
JAKARTA  29/8/2013
READ MORE - MA'RIFATULLAH MENURUT ISLAM

MIMPI NABI MUHAMMAD SAW


              
MIMPI KETEMU NABI MUHAMMAD SAW ?
مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بي »
Barangsiapa melihatku dalam mimpi maka dia benar benar telah melihatku, karena syaithan tidak mampu menyerupaiku(HR Bukhari)
Dalam satu riwayat tercantum dengan lafadz
مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَآى الحَقَّ
Barangsiapa melihatku dalam mimpi maka dia benar benar telah melihatku (HR Bukhari)
Muqaddimah
Hal itu dikarenakan melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam mimpi dapat dikatakan benar jika seorang melihat beliau dengan ciri-ciri fisik yang telah diketahui dalam syamail (sifat dan perangai) beliau. Jika tidak sesuai, maka hal itu hanyalah mimpi yang tidak benar dan merupakan permainan setan terhadap manusia, karena dia mengamuflasekan dirinya dengan suatu rupa yang dianggap oleh orang yang bermimpi bahwa rupa tersebut adalah rupa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, apabila seseorang menceritakan kepada Ibnu Sirin rahimahullah bahwa dirinya telah melihat nabi, maka Ibnu Sirin mengatakan,
صِفْ لي الذي رأيتَه،
Sebutkan kepadaku ciri-ciri fisik beliau yang telah engkau lihat.
Apabila orang itu menyebutkan ciri-ciri yang tidak diketahui olehnya, maka Ibnu Sirin mengatakan, “Engkau tidaklah melihat beliau” (HR Bukhari)
Dengan ketentuan inilah dapat diketahui siapasaja yang benar-benar telah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan siapa saja yang diperdaya oleh syaithan.
Dalil Mimpi Nabi Muhammad saw
Hadis riwayat Anas bin Malik, ia berkata:
1.Rasulullah bersabda: Mimpi seorang mukmin adalah termasuk satu dari empat puluh enam bagian kenabian. (Shahih Muslim No.4201)
وَمَنْ رَآنِي في الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فإن الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ في صُورَتِي
2.Ertinya : Barangsiapa yang telah melihatku di dalam tidurnya ( mimpi) , maka ia sesungguhnya telah melihatku, kerana Syaitan tidak (mampu) menyerupai gambaranku" ( Riwayat Al-Bukhari, 1/52 ; Muslim, no 2266, 4/1775 ) 
Dalam hadith yang lain pula disebutkan :-
من رَآنِي في الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فإن الشَّيْطَانَ لَا يَتَخَيَّلُ بِي وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ من سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا من النُّبُوَّةِ
3.Ertinya : "Barangsiapa yang telah melihatku di dalam tidurnya ( mimpi), maka ia sesungguhnya telah melihatku, kerana Syaitan tidak (mampu) menyerupaiku, dan mimpi seorang mukmin adalah satu juzuk dari 46 juzuk dari kenabian" ( Riwayat Al-Bukhari, 6/2568 )
4.Hadis riwayat Anas bin Malik, ia berkata:
Rasulullah bersabda: Mimpi seorang mukmin adalah termasuk satu dari empat puluh enam bagian kenabian. (Shahih Muslim No.4201)
5.Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku. (Shahih Muslim No.4206)
6.Hadis riwayat Abu Qatadah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang melihat aku dalam mimpi, maka dia benar-benar melihat sesuatu yang benar (hak). (Shahih Muslim No.4208)


Imam Al-Qurthubi Bermimpi Ketemu Nabi saw.
...
Oleh sebagian kaum sufahaa (lemah akalnya/wahhabi-salafi) cerita ini dianggapnya khurafat dan dusta. Saya tak akan berpanjang lebar untuk menjelaskannya secara ilmiyyah berdasarkan al-Quran dan Hadits, namun saya langsung akan menampilkan bukti dari imam besar ahli tafsir, yang shaleh, zuhud dan wira’i, yang menjadi rujukan para ulama besar Ahlus sunnah, yaitu imam al-Qurthubi (578-656 H). Beliau dalam salah satu kitabnya BERSUMPAH pernah berjumpa kepada Nabi shallahu‘alaihi wa sallam secara sadar (bukan tidur) yang sebelumnya beliau mimpi terlebih dahulu. Berikut redaksinya dari kitab al-Mufhim karya beliau :
“ Sungguh hal ini (mimpi lalu menjadi kenyataan) SERING terjadi padaku beberapa kali, di antaranya : Ketika aku sampai ke Tunis, bermaksud untuk berangkat haji, aku mendengar kabar buruk tentang negeri Mesir dari musuhnya yang telah menguasai Dimyath. Maka aku rencanakan untuk menetap sementara di Tunis hingga sampai selesai dari urusan musuh. Kemudian aku bermimpi berada di masjid Nabi dan aku duduk di sisi Mimbarnya. Dan beberapa orang memberi salam kepada Nabi shallahu ‘alaihiwa sallam. Tiba-tiba seseorang mendatangiku dan menegorku “ Berdirilah dan ucapkan salam kepada Nabi “. Maka buru-buru aku ucapkan salam kepada Nabi dan aku terbangun dari tidurku dan lisanku masih mengucapkan salam kepada Nabi. Maka Allah memberikan kemudahan kepadaku dan hilanglah rasa takutku terhadap musuh di luar sana. Kemudian aku bersafar (pergi) hingga sampai di Iskandariyyah dengan perjalanan selama kurang lebih 30 hari dalam keadaan selamat. Dan aku mendapati Iskandariyyah dan kota-kota Mesir dalam keadaan mencekam, susah dan banyak musibah. Aku menetap di sana sepuluh hari dan Allah telah memecahkan pasukan musuh dan menetapkan kota aku temapti dengan tanpa gangguan sedikit pun dari musuh dengan kelembutan Allah yang Maha Pengasih dari Dzat yang Maha Pengasih. Kemudian Allah menyempurnakan kebaikan-Nya kepadaku dengan mentaqdirkanku sampai ke makam Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dan masjidnya setelah melakukan haji, DAN SUNGGUH DEMI ALLAH, AKU MELIHAT NABI DALAM KEADAAN SADAR PERSIS KEADANNYA SEBAGAIMANA AKU MELIHATNYA DALAM MIMPIKU TANPA ADA TAMBAHAN DAN PENGURANGAN SEDIKIT PUN “.
(AL-Mufhim lima asykala min talkhish kitabMuslim, juz 5 hal. 24-25, cetakan Dar Ibn Katisr dan Dar al-Kalim ath-Thayyib,Beirut)
Penjelasan Ulama Tentang HaditsMimpi Nabi Muhammad saw
 Dalam mentafsirkan hadith ini, para ulama telah terbahagi kepada tiga kelompok. Apabila saya utarakan tiga pendapat ini, inshaAllah jawapan kepada soalan anda akan terjawab.
Kumpulan pertama : Antara yang tergolong dalam kumpulan ini adalah pakar tafsir mimpi Muhammad Ibn Sirin, Al-Qadhi Iyadh dan lain-lain,
Mereka berpendapat bahawa hadith di atas terikat dengan samanya wajah dan bentuk Rasulullah yang dilihat dalam mimpi dengan apa yang diriwayatkan atau yang dilihat semasa hayat (bagi sahabat nabi). Jika ia sama sifatnya, dan perwatakkannya, di ketika itu ia adalah wajah benar-benar Nabi SAW, jika bercanggah, maka ia bukanlah Nabi SAW.
Ini bermakna, hadith di atas tidak ‘mutlaq' kepada semua bentuk wajah yang dilihatnya. Ia hanya benar-benar wajah Nabi jika sifatnya sama dengan apa yang diriwayatkan.
Bagi para sahabat Nabi, apa yang dilihat mestilah sama dengan wajah Nabi yang diketahui mereka.
Dalil yang diutarakan oleh kumpulan ini adalah hadith lain yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan disebut oleh Ibn Hajar Al-Asqolani iaitu seorang lelaki telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW, lalu ia menceritakannya kepada Ibn ‘Abbas r.a, Maka Ibn Abbas bertanya : "Sifatkan apa yang kamu lihat" Maka, ia berkata : "Aku menyebut hasan Bin Ali, lalu aku menyerupakan dengannya" . Ibn Hajar berkata sanad hadith ini adalah baik. (Fath al-Bari)
Jika di ambil pendapat kumpulan ini, mimpi yang sebagaimana anda tanya tadi adalah mimpi yang tidak benar kerana tubuh baginda SAW tidak gemuk dan tidak mungkin ia melakukan perkara ‘aib dan tidak bersopan. Ia juga bukan Nabi SAW kerana mustahil Nabi akan menyuruh sesuatu yang bercanggah dengan tuntutan Al-Quran.
Kumpulan Kedua : Antara ulama kumpulan ini adalah Imam An-Nawawi, Al-Mazari dan lain-lain.
Kumpulan ulama ini berpendapat hadith di atas umum bagi semua orang samada yang pernah melihat Nabi semasa hidup (seperti sahabat) atau yang tidak pernah (seperti kita semua). Semua jenis mimpi Rasulullah SAW adalah benar sebagaimana maksud hadith tadi.
Hasil dari pendapat ini, apa saja yang dilhat dalam mimpi dan mendapat ilham atau apa jua perasaan bahawa ia adalah Nabi SAW, maka benarlah mimpi itu dan itulah Nabi SAW.
Imam Ibn Hajar ketika mengulas pendapat Imam Nawawi ini berkata perlu diingat bahawa Muhammad Ibn Sirin adalah Imam dalam bab ta'bir mimpi manakala pandangan Al-Qadhi ‘Iyadh pula adalah sederhana dan baik.
Berdasarkan kepada pendapat ulama kumpulan ini, mungkin benarlah anda telah melihat Nabi SAW di dalam mimpi itu.
Kumpulan ketiga : Antara ulama dari kumpulan ini adalah Ibn Juzay dan Syeikh Mustafa Az-Zarqa, ( Al-‘Aql wal Fiqh Fi Fahmi Al-Hadith An-Nabawi, hlm 25 )
Syeikh Mustafa Az-Zarqa berkata setelah beliau membuat analisa seluruh pandangan ulama, ia mengatakan memang secara zahirnya kelihatan hadith di atas seolah-olah menjamin semua wajah Nabi (sebagaimana ilham seseorang) yang dilihat dalam mimpi itu adalah wajah Nabi yang sebenarnya tetapi setelah melakukan analisa tafsiran para ulama, jelaslah hadith tadi tidak memberi jaminan untuk semua.
Malah jaminan benarnya Nabi yang dilihat dalam mimpi itu adalah khas bagi para sahabat baginda SAW yang mengetahui dengan jelas rupa para Nabi.
Adapun, bagi individu yang tidak pernah melihat Nabi semasa hayat, mereka tidak termasuk dalam jaminan hadith « syaitan tidak boleh meyerupaiku »
Ini kerana kita tidak tahu wajah sebenarnya baginda SAW, maka mungkin sahaja Syaitan membentuk  satu wajah yang tidak kita ketahui lalu mendatangkan perasaan atau (ilham kononnya) bahawa ia adalah Nabi.  
Syaitan memang tidak boleh menyerupai nabi SAW tapi dalam hal ini, ia hanya menyerupai sebuah wajah lain lalu mendakwa ia nabi, dan kita tidak mengetahuinya.
Lebih merbahaya apabila gambaran itu memberi mesej dalam bentuk cakap atau tindakan yang tidak sesuai dengan watak sebenar baginda SAW.
Syeikh Mustafa Az-Zarqa juga menegaskan, jika seseorang merasakan ia mimpi Nabi di zaman ini, maka ia tiada jaminan apa yang dilihatnya adalah Nabi SAW, ia terbuka untuk benar atau salah. Oleh kerana itu, mimpi orang di zaman ini adalah sebuah mimpi biasa yang terbuka kepada permainan jahat Syaitan, monolog dalamannya ataupun mimpi benar orang soleh yang dapat melihat wajah Nabi sebenar, tapi tidak termasuk dalam jaminan hadith tadi. ( Al-Aql wa al-Fiqh, hlm 27)
JAKARTA  29/8/2013

READ MORE - MIMPI NABI MUHAMMAD SAW
 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman