Selasa, 07 Mei 2013

SYUKUR




             BERSYUKUR UNTUK KEBAIKAN DIRI SENDIRI
“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya (tidak membutuhka sesuatu) lagi Mahamulia” (QS An-Naml [27]: 40)
Muqaddimah
Syukur adalah ibadah yang sering ditinggalakan umat manusia banyak manusai gelisah hidup dalam ketakutan, hidup yang dibayangi dengan hal–hal yang tak mampu menikmati yang telah diberikan kepadanya, itu semua karena tidak kenal arti syukur pada Allah, rosul dalam hadis beliau yang pernah bersabda Orang yang paling syukur yang memiliki kona’ah orang yang menerima pemberian Allah, orang yang miskin selamanya adalah yang tak pernah mensyukuri nikmat Allah.
Menurut Alquran datangnya balak (bencana) adalah kerena kurang bersyukurnya kepada semua nikmat Allah, padahal kalau kita bersyukur pasti ditambah nikmat itu apapun bentukanya bisa berbentuk dhohir berupa ditambahnya hartanya dan yang lain adalah diberinya ketentraman jiwa, anak-anak yang sholeh dll belum lagi tambahan kelak di hari kiamat, ada kenikmatan yang lain dari semua yang diberikan Allah untuk hambanya adalah ketentraman jiwa sedangkan harta itu adalah yang paling rendah nilainya, karena Allah ingin menyiksa mereka dengan harta-hartanya, maksiat kita tidak akan mengurangi keagungan kerajaan Allah maka dari itu mereka sebenarnya memaksiati diri sendiri dan bila kita berbuat kebaikan tidak akan menambah megahnya kerajaan Allah itu artinya kita berbuat baik untuk diri sendiri.
Dalam QS Luqman (31): 12 dinyatakan:
Dan sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada Luqman hikmah, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk (manfaat) dirinya sendiri.”
Makna Syukur
Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab.  Kata ini  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah  (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).
Pengertian   kebahasaan   ini  tidak  sepenuhnya  sama  dengan pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) maupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.

Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa  Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata "syukur"  mengandung  arti  "gambaran  dalam  benak tentang  nikmat  dan  menampakkannya  ke  permukaan." Kata ini -tulis Ar-Raghib-- menurut sementara ulama berasal dari  kata "syakara"  yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup --(salah  satu artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.
Cara bersyukur kepada Allah ada tiga:
1. bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyedari sepenuhnya bahawa segala nikmat yang diperolehi berasal dari Allah SWT dan tiada seseorang pun selain Allah SWT yang dapat memberikan nikmat itu;
2. Bersyukur dengan lidah, iaitu mengucapkan secara jelas ungkapan rasa syukur itu dengan kalimah al-hamd li Allah (segala puji bagi Allah); dan
3. Bersyukur dengan amal perbuatan, iaitu mengamalkan anggota tubuh untuk hal-hal yang baik dan memanfaatkan nikmat itu sesuai dengan ajaran agama.Yang dimaksud dengan mengamalkan anggota tubuh ialah menggunakan anggota tubuh itu untuk melakukan hal-hal yang positif dan diridai Allah SWT, sebagai perwujudan dari rasa syukur tersebut.
Untuk anggota tubuh, misalnya, Imam Ghazali menegaskan bahawa mensyukuri anggota tubuh yang diberikan Allah SWT meliputi tujuh anggota yang penting, yaitu:
1. Mata, mensyukuri nikmat ini dengan tidak mempergunakannya untuk melihat hal-hal yang maksiat;
2. Telinga, digunakan hanya untuk mendengarkan hal-hal yang baik dan tidak mempergunakannya untuk hal-hal yang tidak boleh didengar;
3. Lidah, dengan banyak mengucapkan zikir, mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT, dan mengungkapkan nikmat-nikmat yang diberikan Tuhan sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah ad-Duha ayat 11 yang bermaksud ” Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” ;
4. Tangan, digunakan untuk melakukan kebaikan-kebaikan terutama untuk diri sendiri, mahupun untuk orang lain, dan tidak mempergunakannya untuk melakukan hal-hal yang haram; .
5. Perut, dipakai hanya untuk memakan makanan yang halal/baik dan tidak berlebih-lebihan (mubazir). Makanan itu dimakan sekadar untuk menguatkan tubuh terutama untuk beribadat kepada Allah SWT;
6. Kemaluan (seksual), untuk dipergunakan di jalan yang diridai Allah SWT (hanya bagi suami istri) dan disertai niat memelihara diri dari perbuatan yang haram;
7. Kaki, digunakan untuk berjalan ke tempat-tempat yang baik, seperti ke masjid, naik haji ke Baitullah (Ka’bah), mencari rezeki yang halal, dan menolong sesama umat manusia.
Manfaat Syukur
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur  kembali kepada  orang  yang  bersyukur,  sedang Allah Swt. sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak  membutuhkan  sedikit  pun  dari syukur makhluk-Nya.
  Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia  bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan  sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)
karena  itu  pula,  manusia  yang   meneladani   Tuhan   dalam sifat-sifat-Nya,  dan  mencapai peringkat terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang  diberi)  atau
ucapan terima kasih.
 Al-Quran  melukiskan  bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah  Ali  bin  Abi  Thalib  dan  istrinya  Fathimah   putrid Rasulullah  Saw.)  memberikan  makanan  yang mereka rencanakan menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga  orang  yang
membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa, Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendak balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).
 Walaupun manfaat  syukur  tidak  sedikit  pun  tertuju  kepada Allah,  namun  karena  kemurahan-Nya,  Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan  Syakiran Alima  (QS  An-Nisa'  [4]:  147),  yang keduanya berarti, Maha Bersyukur  lagi  Maha  Mengetahui,  dalam  arti   Allah   akan menganugerahkan  tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain  dijelaskan  oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas.
Jakarta  8/5/2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman