Senin, 22 April 2013

SEMUA PERBUATAN TERTULIS




        KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN

            
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Keutamaan Surat Yasin
1. Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Yasin karena Allah Azza wa Jalla, Allah akan mengampuni dosanya dan memberinya pahala seperti membaca Al-Qur’an dua belas kali. Jika surat Yasin dibacakan di dekat orang yang sedang sakit, Allah menurunkan untuknya setiap satu huruf sepuluh malaikat. Para malaikat itu berdiri dan berbaris di depannya, memohonkan ampunan untuknya, menyaksikan saat ruhnya dicabut, mengantarkan jezanahnya, bershalawat untuknya, menyaksikan saat penguburannya. Jika surat ini dibacakan saat sakaratul maut atau menjelang sakaratul maut, maka datanglah padanya malaikat Ridhwan penjaga surga dengan membawa minuman dari surga, kemudian meminumkan padanya saat ia masih berada di ranjangnya, setelah minum ia mati dalam keadaan tidak haus, sehingga ia tidak membutuhkan telaga para nabi sampai masuk ke surga dalam keadaan tidak haus.” (Tafsir Nur Ats-tsaqalayn 4/372).
2. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi pekuburan lalu membaca surat Yasin, maka pada hari itu Allah meringankan siksaan mereka, dan bagi yang membacanya mendapat kebaikan sejumlah penghuni kubur di pekuburan itu.” (Tafsir Nur Ats-tsaqalayn 4/373)

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Mari kita lihat apa saja faedah penting dari ayat tersebut sebagaimana diterangkan oleh para ulama pakar tafsir.
Faedah pertama
Allah akan menghidupkan makhluk yang telah mati, yang telah menjadi tulang belulang ketika hari kiamat  kelak, saat hari berbangkit. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati”. Kata Ibnu  Katsir, ini terjadi pada hari kiamat[1]. Artinya di hari kiamat semua yang telah mati akan kembali dihidupkan. Ayat ini dengan sangat terang menunjukkan adanya hari berbangkit. Inilah bagian aqidah yang mesti diyakini seorang muslim.
Faedah kedua
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah Ta’ala bisa menghidupkan hati siapa saja yang Dia kehendaki termasuk orang-orang kafir yang mati hatinya karena tenggelam dalam kesesatan. Allah bisa jadi menunjuki mereka dari kesesatan menuju jalan hidayah. Sebagaimana Allah berfirman setelah menceritakan mengenai orang yang keras hatinya,
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Ketahuilah olehmu bahwa Sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al Hadid: 17)[2]
Sebelumnya Allah Ta’ala menerangkan,
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)
Faedah ketiga
Allah akan mencatat setiap amalan yang pernah dilakukan[3], baik yang baik maupun yang jelek[4]. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا
dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan
Faedah keempat
Mengenai ayat,
وَآَثَارَهُمْ
“(dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan) dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”.
Yang dimaksud “bekas-bekas yang mereka tinggalkan” ini ada tiga pendapat di kalangan pakar tafsir:
  1. Bekas langkah kaki  mereka. Pendapat ini dipilih oleh Al Hasan, Mujahid dan Qotadah.
  2. Langkah kaki menuju shalat Juma’t. Pendapat ini dipilih oleh Anas bin Malik.
  3. Bekas kebaikan dan kejelekannya yang orang lain ikuti. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Al Faro’, Ibnu Qutaibah dan Az Zujaj.[5]
Yang menunjukkan bahwa bekas langkah kaki akan dicatat, baik langkah dalam kebaikan maupun keburukan adalah sebagaimana penjelasan Qotadah (seorang tabi’in) yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Seandainya Allah lalai dari urusan manusia, maka tentu saja bekas-bekas (kebaikan dan kejelekan) itu akan terhapus dengan hembusan angin. Akan tetapi Allah Ta’ala menghitung seluruh amalan manusia, begitu pula bekas-bekas amalan mereka. Sampai-sampai Allah Ta’ala akan menghitung bekas-bekas amalan mereka baik dalam ketaatan maupun dalam kemaksiatan. Barangsiapa yang ingin dicatat bekas amalan kebaikannya, maka lakukanlah.”[6] Maksud yang disampaikan oleh Qotadah ini juga disampaikan dalam beberapa hadits di antaranya sebagai berikut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ خَلَتِ الْبِقَاعُ حَوْلَ الْمَسْجِدِ فَأَرَادَ بَنُو سَلِمَةَ أَنْ يَنْتَقِلُوا إِلَى قُرْبِ الْمَسْجِدِ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ لَهُمْ « إِنَّهُ بَلَغَنِى أَنَّكُمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَنْتَقِلُوا قُرْبَ الْمَسْجِدِ ». قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ أَرَدْنَا ذَلِكَ. فَقَالَ « يَا بَنِى سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ ».
Dari Jabir bin ‘Abdillah berkata, "Di sekitar masjid ada beberapa bidang tanah yang masih kosong, maka Bani Salamah berinisiatif untuk pindah dekat masjid. Ketika berita ini sampai ke telinga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Rupanya telah sampai berita kepadaku bahwa kalian ingin pindah dekat masjid." Mereka menjawab, "Benar wahai Rasulullah, kami memang ingin seperti itu." Beliau lalu bersabda, "Wahai Bani Salamah, tetapkanlah kalian tinggal di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat, tetapkanlah kalian tinggal di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat."[7]
Disebutkan dalam Tafsir Ath Thobari sebuah riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata,
شكت بنو سَلِمة بُعد منازلهم إلى النبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم فنزلت( إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ) فقال: "عَلَيكُمْ مَنَازِلَكُم تُكْتَبُ آثارُكم"
“Bani Salamah dalam keadaan kebimbangan karena tempat tinggal mereka jauh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas turunlah ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. Beliau bersabda, “Tetaplah kalian di tempat tinggal kalian. Bekas-bekas langkah kalian akan dicatat.”[8]
Artinya di sini, langkah menuju masjid dalam amalan kebaikan akan dicatat, begitu pula langkah pulang dari masjid. Ketika seseorang menuntut ilmu, harus menaiki kendaraan karena sangat jauhnya tempat pengajian, maka putaran roda pun akan dicatat sebagai kebaikan karena ini adalah bekas amalan kebaikan yang ia lakukan. Begitu pula ketika seseorang harus mengeluarkan biaya untuk menuntut ilmu dari para guru (masyaikh) di luar negeri, maka setiap usaha menuju ke sana yang ia lakukan, itu pun akan dicatat. Begitu pula rasa capek dalam kebaikan, itu pun akan dicatat. Sungguh Maha Besar karunia Allah. Namun kita sendiri yang sebenarnya tidak menyadari hal ini.
Begitu pula bekas langkah dalam melakukan kemaksiatan pun akan dicatat. Ketika ia mengendarai mobil untuk menuju tempat zina dan berdua dengan kekasih yang belum halal baginya, langkah menuju tempat maksiat tersebut akan dicatat. Dengan mengetahui hal ini, sudah seharusnya kita pun tidak bertekad melakukan maksiat dan dosa.
Faedah kelima
Sebagaimana tafsiran “bekas-bekas amalan” lainnya adalah bahwa bekas kebaikan dan kejelekan yang diikuti orang lain, itu pun akan dicatat. Artinya jika kebaikan kita diikuti oleh orang lain, maka kita pun akan mendapatkan pahala. Begitu pula jika kejelekan yang kita lakukan diikuti oleh orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosa.
Dalil yang mendukung tafsiran ini adalah hadits-hadits berikut ini.
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.”[9]
Jika ilmu yang bermanfaat diikuti oleh orang lain, seseorang yang menyebarkan kebaikan tersebut akan mendapatkan pahala orang yang mengikuti kebaikannya meskipun ia telah berada di liang lahat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholih yang mendoakan dirinya.[10]
Oleh karena itu jangan meremehkan satu kebaikan untuk disampaikan pada yang lainnya, apalagi sampai yang kita sampaikan adalah ilmu yang bermanfaat. Begitu pula janganlah sampai menyebarkan satu kejelekan sedikit pun karena jika itu diikuti orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosanya. Maka penjelasan ini menjelaskan bahaya seseorng menyebar syirik, bid’ah dan maksiat. Semoga Allah memberi petunjuk.
Faedah keenam
Segala sesuatu akan dicatat di Lauhul Mahfuzh (lembaran yang tejaga). Inilah yang disebutkan Allah Ta’ala,
وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)
Setiap kebaikan dan kejelekan yang dilakukan, sungguh akan dicatat di Lauhul Mahfuzh.
Faedah ketujuh
Imamul Mubin” yang dimaksudkan di sini adalah ummul kitab (induk kitab). Demikian disebutkan dalam ayat lain,
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al Isro’: 71). Yang dimaksudkan dengahn pemimpinnya di sini adalah dengan kitab amalan mereka yang bersaksi atas kejelekan dan kebaikan yang mereka lakukan.
Maksud ayat di atas sama dengan firman Allah dalam ayat lainnya,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ
Dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi.” (QS. Az Zumar: 69)
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun".” (QS. Al Kahfi: 49)[11]
Alhamdulillah, dari ayat yang singkat ini kita bisa menggali faedah-faedah yang luar biasa. Semoga sajian ini bermanfaat. Sungguh nikmat jika terus menerus kita dapat menggali faedah-faedah berharga dari setiap ayat Al Qur’an yang kita baca.
JANGAN MENYEMBAH SETAN
Tafsir Ayat 60-83                                               
60. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi.
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.

61. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Ini lah jalan yang lurus.
Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak  maqom Tauhid.

62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak berakal sehat?
Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.

63. lnilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
Masuklah dengan jubah kegelapan syetanmu, yang melemparkan dirimu jauh dari CahayaNya, apalagi penyatuan dalam ma’rifatNya.
Disebutkan bahwa setiap orang kafir ada sumur di neraka yang
mereka ada di dalamnya, namun ia tidak tahu dan tidak mengerti, dan itulah gambaran penghijaban gulita yang ada pada diri mereka.

65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
Tangan dan kaki akan menampakkan bentuk perilaku mereka
dengan watak dan sifatnya, sehingga tidak satu pun yang terdustakan di sini. Sementara mulut terkunci. Yang berbicara bukan lagi mulutnya tetapi perilakunya, sesuai dengan  watak naluri perbuatannya.

66. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya).

67. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Itu karena mereka tidak memandang dengan mata hati, tetapi mata hijabnya yang justru membutakan matahatinya. Begitu juga  mereka berposisi dengan posisi nafsunya, dengan ambisi hijab duniawinya, hijab kesenangannya, hijab keakuannya.
68. Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?
Maksudnya adalah kejadian utama di seperti di zaman Azali dulu.

69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.

70. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Karena Rasulullah saw, adalah  Dzikir dan Al-Qur’an yang nyata itu sendiri, sebagaimana disebutkan, “Akhlaqnya adalah Al-Qur’an”. Hidupnya hati dengan Dzikrullah, karena Dzikrullah yang hakiki adalah hidupnya Al-Qur’an.

71. Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?

72. Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.

73. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
Tetapi sebaliknya, mereka malah menjadi layaknya binatang-binatang, yang hanya menyembah nafsunya sendiri, egonya sendiri, kebinatangannya sendiri, bahkan ia telah menjadi kendaraan bagi para binatangnya sendiri. Nafsu itu bersumber pada kebuasan dan kebinatangan hewaniyah, yang di satu sisi bisa menumpahkan darah, kekerasan, dan di sisi lain bisa menghancurkan bumi dan isinya karena hewaniyahnya yang liar dalam pemuasan.
Mereka memilki berhala-berhala hijab yang dipatungkan dalam nafsu mereka, dan diagungkan dalam imajinasi khayal mereka. Itulah yang disebut ayat berikut:

74. Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
75. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
Karena berhala itu hanyalah imajiner, tuhan khayalan, dan mimpi di atas mimpi yang menyeret mereka dalam ambisi nafsunya, seakan-akan dengan ego dan keakuannya mereka bisa hebat, bisa menguasai dunia, bisa menaklukkan makhluk. Bagaimana sesuatu yang mustahil akan mendapatkan pertolongan dari kemustahilannya?

76. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Pertolongan hanya dari Allah Ta’ala, dan makhluk itu tak berdaya, tak memiliki kemampuan apa-apa. Jangan sampai kegelapan makhluk menjadikan ancaman bagi kesedihan, karena kegelapan makhluk adalah kehinaan itu sendiri.

77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari Setitik air (mani), maka tiba-tiba Ia menjadi penantang yang nyata!
Ketidaksadaran akan bahan bakunya yang hina, justru semakin menyombongkan mereka. Dan kesombongan adalah bentuk kontra terhadap Penciptanya. Setiap orang yang menyombongkan dirinya, pasti merasa lebih dari lainnya. Dan kesombongan adalah buah dari hijab yang pertama, karena Iblis memang terus memproduksi keangkuhan dan kesombongan itu sendiri.

78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Lapisan hijab akan terus menumpuk pertanyaan sinis kepada kebenaran dan hakikatnya. Bagaimana mereka sampai bertanya demikian? Mereka pasti alpa bahwa sebelumnya mereka bukan apa-apa dan tidak ada.

79. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,

80. yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Allah swt, dengan Maha KuasaNya, tentu berkehendak apa saja yang Dia KehendakiNya. Manusia kafir hanya bisa mengaku-aku, mengklaim, merasa berdaya dan kuat.

81. Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah swt, karena Allah swt, Maha Meliputi segalanya. Apakah segalanya ini bisa menghijab Allah swt, sedangkan segalanya hanyalah ciptaanNya?

82. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. KehendakNya pada sesuatu, akan terjadi tanpa jarak rentang waktu maupun ruang.

83. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Maha Suci Allah dari kelemahan, Maha Suci dari serupa dengan jasad dan fisik, dimana fisik itu berhubungan dengan ruang dan waktu, yang justru ada di TanganNya. Segala semesta ada di KekuasaanNya, dan hanya kepadaNya lah segalanya berfana’ dan berakhir.
Wallahu A’lam.
Rujukan: 1.Tafsir Yasin-Sufi
2. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muasasah Qurthubah, 11/347.
 3.Lihat Tafsir Ath Thobari, Ibnu Jarir Ath Thobari,
JAKARTA  22/4/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman