Selasa, 02 April 2013

TAFSIR IBNU KATSIR





                                     MUFASSIR IBNU KATSIR

 PENDAHULUAN
Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir yang paling banyak diterima dan tersebar di tengah ummat ini. Imam Ibnu Katsir telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya, tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat, baik hadits maupun atsar, bahkan hampir seluruh hadits periwayatan dari Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- dalam kitab Al Musnad tercantum dalam kitab tafsir ini.
[Dikatakan oleh Syaikh  Sami bin Muhammad Salamah, dalam tahqiq beliau pada Kitab Tafsir Al Quranul Adzim cet. Darul Thayibah 1420 H).
Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab paling penting yang ditulis dalam masalah tafsir al-Qur’an al-‘Azim, paling banyak diterima dan tersebar di tengah umat Islam. Beliau telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya. Tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat (baik hadits maupun atsar), bahkan hampir seluruh hadits riwayat Imam Ahmad yang terdapat dalam Kitab al-Musnad tercantum dalam kitab ini.
Beliau menggunakan rujukan-rujukan penting lainnya yang sangat banyak, sehingga sangat bermanfaat dalam berbagai disiplin ilmu agama (seperti aqidah, fiqh, dan lain sebagainya). Sangat wajar apabila Imam As-Suyuthi berkata : “ Belum pernah ada kitab tafsir yang semisal dengannya.”
 PEMBAHASAN
A. Biografi Pengarang
FAHAMI AL-QUR'AN
Nama lengkapnya adalah Ismail bin Amr al-Qurasyi bin Kasir al-Basri ad-Dimasyqi . Beliau dilahirkan di Bushra tahun 700 H . Keluasaan ilmunya di bidang hadis, fiqih, sejarah, dan tafsir telah menempatkan dirinya sebagai ulama yang diperhitungkan dalam kancah keilmuan Islam.

Beliau adalah imam yang mulia Abdul Fida Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraisy al-Busharwi yang berasal dari kota Basharah, kemudian menetap di Damascus. Beliau lahir pada tahun 705 H dan wafat pada tahun 774 H. Beliau adalah seorang ulama yang terkenal dalam bidang tafsir, hadits, sejarah, dan fiqh. Beliau mendengar hadits dari ulama-ulama Hidjaz dan mendapat ijazah dari al-Wani serta mendapat asuhan dari ahli ilmu hadits terkenal di Suriah yaitu Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazi mertuanya sendiri. Ayahnya meninggal ketika beliau masih berusia 6 tahun, oleh karena itu sejak tahun 706 H beliau hidup bersama kakaknya di Damascus.
Beliau juga berguru kepada Ibnu Taimiyah dan sangat mencintai gurunya itu. Sebagian ulama menggangap beliau sebagai salah seorang murid Ibnu Taimiyah yang paling setia dan paling gigih mengikuti pandangan gurunya dalam masalah fiqh dan tafsir.
Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.
Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus.
Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.
B. Latar Belakang Penulisan
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”(QS. Ali Imran 187)
Dengan firman Allah di atas, maka menurut Ibnu Katsir wajib bagi ulama untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam firman Allah dan tafsirya.
C. Bentuk, Metode dan Coraknya
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang digunakan oleh para mufasir kepada empat klasifikasi, yakni tahlili, ijmali, muqaran, dan mawdu’i. Adapun pengertiannya, secara garis besar, pertama, metode tahlili ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalamnya. Kedua, metode ijmali, ialah suatu metode penafsiran al-Qur’an dengan cara menafsirkan ayat-ayat secara garis besarnya saja, atau secara global. Ketiga, metode muqaran, ialah suatu metode dengan melakukan upaya komparasi, antara ayat dengan ayat yang nampak ada kemiripan redaksi, antara ayat dengan hadis yang mana antara keduanya seakan ada kontradiksi, dan membandingkan pendapat para ulama dalam menafsirkan suatu ayat. Keempat, metode mawdu’i, yaitu penafsiran al-Qur’an secara tematis, dengan cara mengumpulkan ayat-ayat dibawah topik tertentu.
Metode penyusunan yang dilakukan oleh Imam Ibnu Katsir  adalah dengan cara menyebutkan ayat terlebih dahulu, kemudian menjelaskan makna secara umum, selanjutnya menafsirkannya dengan ayat, hadits, perkataan Sahabat dan tabi’in. Terkadang beliau menjelaskan seputar hukum yang berkiatan dengan ayat, dengan dukungan dalil lain dari Al Quran dan hadits serta dilengkapi dengan pendapat para Ahli Fiqh disertai dalilnya apabila masalah tersebut dikhilafkan diantara mereka, selanjutnya beliau merajihkan (memilih dan menguatkan) salah satu pendapat tersebut. Namun demikian tidak bisa dihindari, dengan pembahasan yang panjang dan mendalam tersebut, maka mayoritas ummat yang masih awam akan merasa berat jika harus membaca kitab aslinya yang berjilid-jilid.

Jika melihat uraian metode-metode diatas, dari segi metode, Imam Ibnu Kasir menyusun kitab tafsirnya –Tafsir al-Qur’an al-Azhim —dengan menempuh metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan penafsiran ayat dengan cara analitis atau menafsirkan ayat-ayat di dalam al-Qur’an dengan mengemukakan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di tafsirkannya. Adapun dari segi corak, tafsir Ibnu Kasir tergolong kepada tafsir yang bercorak bil ma’sur, karena dalam upaya menafsirkan suatu ayat beliau sangat dominan dalam menafsirkannya menggunakan riwayat, pendapat sahabat, serta tabi’in, meskipun sebagian kecilnya beliau menggunakan ro’yu. Secara umum, langkah-langkah penafsirannya dapat dibagi sebagai berikut:
Tafsir Ibnu Katsir dipandang sebagai salah satu tafsir bi al-ma’tsur yang terbaik, berada hanya setingkat di bawah tafsir Ibnu Jarir at-Thabary. Ibnu Katsir menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hadits-hadits dan atsar-atsar yang disanadkan kepada perawinya, yaitu para sahabat dan tabi’in.
Dalam bidang tafsir, Ibnu Katsir mempunyai metode tersendiri. Menurutnya jika ada yang bertanya: “Apakah metode tafsir yang paling bagus?” maka jawabnya: “Metode yang paling shahih dalam hal ini adalah menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an. Dan perkara-perkara yang global di satu ayat dapat ditemukan rinciannya dalam ayat lain. jika tidak mendapatkannya maka hendaklah mencarinya dalam Sunnah kerena Sunnah adalah penjelas bagi al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.”
Jadi menurut menurut hemat penulis, Ibnu Katsir dalam penafsirannya mempunyai metode sebagai berikut:
1. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
2. Bila penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an tidak didapatkan, maka al-Qur’an ditafsirkan dengan hadits Nabi.
3. Kalau yang kedua tidak didapatkan maka al-Qur’an harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat, karena mereka orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya ayat dalam al-Qur’an.
4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat para tabi’in perlu diambil.
Bentuk Penafsirannya
Dari aspek bentuk penafsirannya, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir ini memakai bentuk riwayat (al-ma’tsur). Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim yang banyak menggunakan riwayat-riwayat baik dari para sahabat maupun para tabi’in.
Metode Penafsirannya
Dari empat macam metode penafsiran yang berkembang sepanjang sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ternyata metode yang digunakan dalam tafsir ini adalah metode analitis (tahlili).
Corak Penafsirannya
Dari beberapa corak penafsiran yang berkembang sepanjang sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ternyata corak yang digunakan Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’an al-‘Adzim adalah bercorak umum.
D. Karakteristiknya
Diantara ciri khas tafsir Ibnu Katsir adalah perhatiannya yang besar kepada masalah tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat). Sepanjang pengetahuan saya, tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits-hadits marfu’ yang relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa yang menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan atsar para sahabat, pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha berkomentar, “Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari para mufassir salaf, menjelaskan makna-makna ayat dan hukumnya, menjauhi pembahasan masalah I’rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir, menghindar dari pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum atau hukum dan nasehat-nasehatnya secara khusus.”
Keistimewaan lain dari tafsir Ibnu Katsir adalah daya kritisnya yang tinggi terhadap cerita-cerita Israiliyat yang banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir bil-ma’tsur, baik secara global maupun mendetail. WALLAH A’LAM BISHAWAB
JAKARTA  2/4/2013
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Damsyiqi, Abu al-Fida Ismail ibn Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Beirut: Darul Fikr. 1997
Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, Juz I, Kairo: Dar al-Kutub, 1961
Al-Qatthan, Manna Khalil. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. terj. Mudzakir. Jakarta: Litera Antar Nusa. 1998
Baidan, Nasruddin. Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia. Solo: Tiga Serangkai. 2003
Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Al-Qur’an Perkenalan dengan Metodologi Tafsir. Bandung: Pustaka. 1987
Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah Al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama R.I. 1984

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman