Minggu, 21 April 2013

MEMBACA



                AWAL WAHYU : PERINTAH MEMBACA
1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.  Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.AL-‘ALAQ
Muqaddimah
Dinamakan surat Iqra’ atau surat Al-Qalam, Makkiyah dan terdiri dari 19 ayat. Di surat ini Nabi diperintahkan untuk membaca disertai adanya penjelasan tentang kekuasaan Allah terhadap manusia dan penjelasan sifat-sifatnya. Juga disebutkan keterangan tentang pembangkangan sebagian menusia dan balasan yang sesuai dengan perbuatan.
Dalam Shahih-nya Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra. yang artinya demikian, “Wahyu pertama yang sampai kepada Rasul adalah mimpi yang benar. Beliau tidak pernah bermimpi kecuali hal itu datang seperti cahaya Shubuh. Setelah itu beliau senang berkhalwat. Beliau datang ke gua Hira dan menyendiri di sana, beribadah selama beberapa malam. Yang untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian kembali ke Khadijah dan membawa bekal serupa. Sampai akhirnya dikejutkan oleh datangnya wahyu, saat beliau berada di gua Hira. Malaikat datang kepadanya dan berkata, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” lalu Rasulullah saw. berkata, “Lalu di merangkulku sampai terasa sesak dan melepaskanku. Ia berkata, ‘Bacalah!’ Aku katakan, ‘ Aku tidak bisa membaca.’ Lalu di merangkulku sampai terasa sesak dan melepaskanku. Ia berkata,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Hadits).
Dengan demikian maka awal surat ini menjadi ayat pertama yang turun dalam Al-Qur’an sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia. Wahyu pertama yang sampai kepada Nabi saw. adalah perintah membaca dan pembicaraan tentang pena dan ilmu. Tidakkah kaum Muslimin menjadikan ini sebagai pelajaran lalu menyebarkan ilmu dan mengibarkan panjinya. Sedangkan Nabi yang ummi ini saja perintah pertama yang harus dikerjakan adalah membaca dan menyebarkan ilmu. Sementara ayat berikutnya turun setelah itu. Surat pertama yang turun secara lengkap adalah Al-Fatihah.
Asbabun Nuzul
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah ra, ia berkata:wahyu yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW ialah berupa mimpi yang benar waktu beliau tidur. Beliau tidak bermimpi melainkan mimpi itu datang kepada beliau seperti falaq (cahaya) Shubuh, karena begitu jelasnya.”
Kemudian hati beliau tertarik untuk mengasingkan diri. Beliau datang ke gua Hira. Disitu beliau beribadah beberapa malam. Untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah untuk mengambil lagi perbekalan secukupnya.
Suatu ketika datanglah wahyu kepada beliau secara tiba-tiba, sewaktu beliau masih berada di gua Hira. Malaikat datang kepada beliau di gua itu, seraya berkata, “Bacalah!
Rasulullah SAW bersabdam “Maka aku katakan, ‘Aku tidak bisa membacanya.’” Kemudian beliau bersabda, “Dia menarikku lalu mendekapku sehingga aku kepayahan. Kemudian dia melepaskanku. Ia berkata, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Maka dia mendekapku lagi hingga aku kelelahan. Kemudian dia melepaskanku lagi. Lalu ia berkata, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Maka dia mendekapku lagi untuk ketiga kalinya hingga aku kelelahan. Kemudian dia melepaskanku lagi, lalu dia berkata Iqro’ bismirobbikal ladzii kholaq (bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang menciptakan).” Sampai pada ayat ‘allamal insaana maa lam ya’lam (Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya)
Kemudian Nabi SAW pulang dalam keadaan menggigil, sampai masuk di rumah Khadijah. Lalu beliau berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!” Maka beliau diselimuti oleh Khadijah, hingga hilang rasa takutnya. Lalu beliau berkata, “Wahai Khadijah! Apa yang terjadi pada diriku?”
Lalu beliau menceritakan semua kejadian yang baru dialaminya itu, dan beliau berkata, “Sesungguhnya aku khawatir sesuatu akan terjadi kepada diriku.”
Khadijah berkata, “Tidak usah takut, bergembiralah! Demi Alloh, Alloh SWT sama sekali tidak akan menghinakanmu. Engkau selalu menyambung tali silaturrahim, berbicara dengan jujur, memikul beban tanggung jawab, memuliakan tamu dan menolong sesama manusia demi menegakkan pilar kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi untuk menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Ia telah memeluk agama Nasrani pada masa jahiliyyah. Ia pandai menulis dalam bahasa Arab dan dia menulis Injil dengan bahasa Arab. Usianya telah lanjut dan matanya telah buta.
Lalu Khadijah berkata, “Wahai anak pamanku! Tolong dengarkanlah kabar dari anak saudaramu (Muhammad) ini!” Lalu Waraqah bertanya, “Wahai anak saudaraku! Apa yang telah terjadi atas dirimu?” Maka Rasulullah SAW menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Lalu Waraqah berkata, “Inilah Namus (Malaikay Jibril) yang pernah diutus kepada Nabi Musa. Seandainya pada saat itu umurku masih muda. Seandainya aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu..”
Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Maka Waraqah menjawab, “Ya, tidak ada seorang pun yang datang membawa apa yang engkau bawa kecuali dia pasti dimusuhi. Apabila aku mendapati hari itu, niscaya aku akan menolongmu dengan dukungan yang besar, sekuat tenaga.”
Tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk sementara waktu sehingga Rasulullah SAW sering bersedih. Telah sampai kepada kami, beliau bersedih dengan kesedihan yang membuat beliau berkali-kali hendak menjatuhkan diri dari atas puncak gunung. Setiap kali beliau berada dipuncak gunung dengan maksud menjatuhkan diri, maka saat itu juga muncul malaikat Jibril, lalu berkata, “Hai Muhammad! Sungguh, engkau benar-benar utusan Alloh SWT.”
Maka tenanglah kegelisahan beliau dengan ucapan tersebut, dan jiwa beliau menjadi tenang, lalu beliau pulang. Namun apabila wahyu lama tidak turun kepada beliau, keesokan harinya beliau melakukan hal yang serupa. Apabila beliau berada dipuncak gunung, maka Jibril muncul dengan mengatakan ucapan yang serupa. (Ahmad, VI/232, No. 25959).
Hadits ini juga diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits az-Zuhri. (Fat-hul Baari, XII/368 dan Muslim, I/139.)
Kami telah membicarakan hadits ini dari segi sanad, matan, dan maknanya secara terperinci diawal syarh (penjelasan) kami atas Shahih Bukhari. Jadi, siapa yang menghendakinya, maka disitu sudah dijelaskan secara tertulis. Hanya milik Alloh Subhanahu wa Ta’alaa-lah segala puji dan anugerah.
Jadi ayat al-Quran yang pertama kali turun adalah ayat-ayat yang mulia dan penuh berkah ini. Ayat-ayat tersebut merupakan awal rahmat yang dianugerahkan oleh Alloh kepada para hamba-Nya, dan merupakan nikmat pertama yang diberikan oleh Alloh kepada mereka.
Tafsir Ayat
Pengertian ringkas ayat-ayat ini adalah: Agar kamu menjadi orang yang bisa membaca, ya Muhammad. Setelah tadinya kamu tidak seperti itu. Kemudian bacalah apa yang diwahyukan kepadamu. Jangan mengira bahwa hal itu tidak mungkin hanya dikarenakan kamu orang ummi, tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis. Allah-lah yang menciptakan alam ini, yang menyempurnakan, menentukan kadarnya, dan memberi petunjuk. Yang menciptakan manusia sebagai makhluk paling mulia dan menguasainya serta membedakannya dari yang lain dengan akal, taklif, dan pandangan jauhnya. Allah swt. menciptakannya dari darah beku yang tidak ada rasa dan gerak. Setelah itu ia mnejadi manusia sempurna dengan bentuk yang paling indah. Allah-lah yang menjadikanmu mampu membaca dan memberi ilmu kepadamu ilmu tentang apa yang tadinya tidak kamu ketahui. Kamu dan kaummu tadinya tidak mengetahui apa-apa. Allah juga yang mampu menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk dibacakan kepada manusia dengan pelahan. Yang tadinya kamu tidak tahu, apa kitab itu dan apa keimanan itu?
Bacalah dengan nama Tuhanmu, maksudnya dengan kekuasaan-Nya. Nama adalah untuk mengenali jenis dan Allah dikenali melalui sifat-sifat-Nya. Yang menciptakan semua makhluk dan menyempurnakan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki-Nya. Dan Allah swt. telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, ya Muhammad. Dan Tuhanmu lebih mulia dari setiap yang mulia. Karena Allah swt. yang memberikan kemuliaan dan kedermawanan. Maha Kuasa daripada semua yang ada. Perintah membaca disampaikan berulang-ulang karena orang biasa perlu pengulangan termasuk juga Al-Mushtafa Rasulullah saw.  Karena Allah sebagai Dzat yang paling mulia dari semua yang mulia, apa susahnya memberikan kenikmatan membaca dan menghapal Al-Qur’an kepadamu tanpa sebab-sebab normal. Silakan baca firman Allah,
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17).
“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa.” (Al-A’la: 6).
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia dan mengajarkan manusia untuk saling memahami dengan pena, meski jarak dan masa mereka sangat jauh. Ini merupakan penjelasan tentang salah satu indikasi kekusaan dan ilmu (manusia).
“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Allah memberikan insting dan kemampuan berpikir kepada manusia yang menjadikannya mampu mengkaji dan mencerna serta mencoba sampai ia mampu menyibak rahasia alam. Dengan demikian ia dapat menguasai alam dan menundukkannya sesuai dengan yang diinginkannya.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (Al-Baqarah: 29).
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Al-Baqarah: 31).
Nampaknya Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk membaca secara umum dan khususnya membaca Al-Qur’an. Setelah itu Allah menjelaskan bahwa hal itu sangat mungkin bagi Allah yang menciptakan semua makhluk dan menciptakan manusia dari segumpal darah. Dia-lah yang Maha Mulia dan tidak pelit terutama terhadap Rasul-Nya. Dialah yang mengajarkan manusia dengan pena tentang apa yang belum pernah diketahuinya.
Allah ta’ala berfirman di dalam Al Qur`an surat Al ‘Alaq ayat 1 sampai 5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5

Artinya: “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmu adalah Maha Pemurah. (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (alat tulis) (5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Seorang alim tafsir yang bernama Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam kitab tafsirnya yang berjudul “Tafsirul Qur`anil ‘Azhim” : “Ayat Al Qur`an yang paling pertama turun adalah ayat-ayat mulia yang memiliki berkah ini. Ayat-ayat ini adalah rahmat pertama yang mana dengannya Allah merahmati para hamba dan merupakan kenikmatan pertama yang Allah berikan kepada mereka.

Di dalam ayat-ayat ini terdapat peringatan tentang awal mula penciptaan manusia adalah dari segumpal darah. Di antara kemurahan Allah ta’ala adalah mengajarkan kepada manusia tentang hal yang tidak mereka ketahui. Lalu Allah mengangkat derajatnya dan memuliakannya dengan ilmu. Ilmu inilah ukuran yang membedakan antara bapak manusia Adam dengan para malaikat.

Ilmu terkadang terdapat di dalam akal pikiran, terkadang di lisan, terkadang di tulisan tangan. Akal, lisan, dan tulisan. Tulisan selalu berkaitan dengan dua hal lainnya, tidak sebaliknya. Oleh karena itu Allah berfirman:

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5

Di dalam sebuah atsar disebutkan:

قيدوا العلم بالكتابة

“Ikatlah ilmu itu dengan tulisan.” [Riwayat Al Hakim (1/106) dari Umar bin Khaththab dan Anas bin Malik secara mauquf. Atsar ini shahih]

Di dalam atsar yang lain:

من عمل بما علم رزقه الله علم ما لم يكن يعلم

“Barangsiapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan memberinya ilmu yang tidak diketahuinya sebelumnya.” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Hilyatul Auliya`]

Selesai penukilan kalam Ibnu Katsir rahimahullah.

Seorang alim tafsir yang lainnya yaitu Imam Asy Syaukani berkata di dalam kitab tafsirnya yang berjudul “Fathul Qadir” : “Makna (
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ) adalah mengajarkan tulisan kepada manusia dengan perantara alat tulis. Dengan perantara itu dia akan mampu untuk mengetahui segala tulisan.

Az Zajjaj berkata: “Mengajarkan manusia tulisan dengan alat tulis.”

Qatadah berkata: “Alat tulis merupakan nikmat yang besar dari Allah ‘azza wa jalla. Kalau bukan karena alat tulis, tidak akan tegak agama dan tidak akan bagus kehidupan ini.”

Lalu Imam Asy Syaukani berkata: “Allah juga telah mengingatkan akan keutamaan ilmu tulisan karena ia mengandung manfaat yang besar yang tidak bisa mengetahui (seluruh manfaat)-nya kecuali Dia saja.

Tidaklah ilmu-ilmu dibukukan, hukum-hukum dikumpulkan, sejarah dan perkataan orang-orang masa dahulu diteliti, dan kitab-kitab Allah yang diturunkan melainkan (semuanya) dengan tulisan. Kalau bukan karena adanya tulisan, maka tidak akan tegak perkara agama, begitupula urusan dunia.”
Pelajaran Dari Surat al-‘Alaq Ayat ke 1 sd 5.
Dalam surat ini terdapat peringatan bahwa pada mulanya manusia diciptakan dari segumpal darah. Di antara karunia Alloh SWT adalah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya., lalu Dia memuliakan dan mengangkat derajatnya dengan ilmu, dan itulah keistimewaan yang dimiliki oleh bapak manusia, yaitu Adam, dibanding dengan para malaikat.
Terkadang ilmu itu terdapat pada akal pikiran, terkadang pada ucapan, dan terkadang terdapat pada tulisan tangan. Sehingga ada ilmu yang sifatnya akal pikiran, ucapan dan ada yang berupa tulisan. Di dalam tulisan terkandung unsur akal pikiran dan ucapan, tapi tidak berarti sebaliknya. Karena itulah Alloh SWT berfirman, Iqro’ warobbukal akrom al-ladzii ‘allama bil qolam ‘allamal insaana maa lam ya’lam (Al-’Alaq 3-5). “Bacalah, dan Rabb-mu-lah yang Maha Mulia, yang mengajarkan (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Dalam sebuah kalimat hikmah disebutkan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Dan ada juga kalimat hikmah yang menyebutkan, “Siapa yang mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Alloh akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui.”
Rujukan: 1. Tafsir Ibnu Katsir 2. Tafsir lainnya
JAKARTA  22/4/2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman