Selasa, 23 April 2013

EKONOMI DALAM ISLAM







             JANGAN MAKAN Harta yang Haram !
Dan janganlah (saling) memakan harta di antara kalian dengan (cara yang) batil dan (jangan pula) membawa (urusan harta) itu kepada hakim (untuk kalian menangkan) dengan (cara) dosa agar kalian dapat memakan sebahagian harta orang lain, padahal kalian mengetahui (Q: S. Al Baqoroh   : 188)

Pengantar
Perbedaan antara sistem ekonomi islam dengn sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk dilakukan.

System ekonomi Islam adalah system ekonomi yang mandiri, oleh karenanya Islam mendorong kehidupan sebagai kesatuan yang utuh dan menolong kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, yang individu-individunya saling  membutuhkan dan saling melengkapi dalam sekema tata sosial, karena manusia adalah entitas individu sekaligus kolektif.
Ekonomi Islam adalah cara hidup yang serba cukup, Islam sendiri menyediakan segala aspek eksistensi manusia yang mengupayakan subuah tatanan yang didasarkan pada seperangkat konsep Hablum  min-Allah wa hablum min-Annas, yang berkaitan tentang tuhan, manusia dan hubungan keduanya (tauhidi). Matra ekonomi Islam menempati kedudukan yang istimewa.  Karena Islam yakin bahwa stabilitas universal tergantug pada kesejahteraan material dan sepiritual manusia. Kedua aspek ini terpadu dalam satu bentuk tindakan dan kebutuhan manusia.Aktivitas antar manusia termasuk  aktivitas ekonomi terjadi melalui apa yang di istilahkan oleh ulama’ dengan  mu’amalah (intrataksi) pesan al-quran dalam aktivitas ekonomi;                                                                                                         
Dan janganlah (saling) memakan harta di antara kalian dengan (cara yang) batil dan (jangan pula) membawa (urusan harta) itu kepada hakim (untuk kalian menangkan) dengan (cara) dosa agar kalian dapat memakan sebahagian harta orang lain, padahal kalian mengetahui (Q: S. Al Baqoroh   : 188)

Islam bukan sekedar menawarkan pedoman-pedoman moral teoritis guna membangun system ekonomi, tapi juga mengemukakan suatu metodologi yang layak untuk menerapkan pedoman-pedoman dengan ke absahan cara dan juga legitimasi tujuan dengan landasan atas pertimbangan etika yang jelas dan dapat bemakna di dalam keseluruan kerangka tata sosial, dengan pendekatan terhadap system ekonomi ini sangat relevan dan amat mendesak untuk di alamatkan pada syari’ah dengan system ekonomi islam
Ekonomi Islam Berbagi Hasil
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu : 
- pendekatan profit sharing (bagi laba)
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
- Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.         Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
2.         Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
3.         Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
Islam Universal
Al Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat di Al Qur’an dilengkapi dengan sunah-sunah dari Rasulullah melalui berbagai bentuk Al Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha pada saat kejayaan Dinul Islamiyah baik dalam bentuk Al Ijma maupun Al Qiyas.
Namun sejak abad ke 15 hingga pertengahan abad ke 20 Masehi, kontribusi Islam dalam pemikiran ekonomi seakan hilang ditelan peradaban dunia sehingga tidak ditemukan buku-buku sejarah pemikiran Ekonomi Islam. Adalah sebuah ironi, bahwa Adam Smith, yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Ekonomi”, dalam bukunya The Wealth of Nations (tahun 1766), menjelaskan bahwa perekonomian yang maju ketika itu adalah perekonomian Arab yang dipimpin Muhammad dan Para Khalifa ur Rasyidin (dalam buku tersebut disebut sebagai Mahomet and his immediate successors). Lebih ironis lagi, jika kita simak, ternyata judul buku Adam Smith tersebut merupakan saduran dari buku Imam Abu Ubayd, yaitu “Al-Amwal” (865).
Ironi lainnya, adalah, ketika Samuelson dalam buku teks Economics edisi 7, menyebutkan bahwa asal muasal Ilmu ekonomi adalah Bible (Injil), tidak satupun ekonom (pakar ekonomi) yang bereaksi. Sementara itu, ketika Ilmuwan Islam mengangkat kembali Ilmu Ekonomi Islam dengan Al Qur’an dan Al Hadits sebagai sumber rujukan utama, sebagian besar ekonom, termasuk ekonom muslim, spontan bereaksi menentang keberadaan Ekonomi yang berdasarkan ajaran Syariah Islam tersebut.
Sementara itu, seorang ilmuwan Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang berjudul “The Commercial Theological Terms in the Koran” menyatakan bahwa Al Quran menggunakan terminology bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20 (dua puluh) macam terminology bisnis dalam Al Quran serta diulang sebanyak 370 kali dalam berbagai ayat (Mustaq Ahmad, 1995). Penggunaan terminology bisnis (ekonomi) yang sedemikian banyak, menunjukkan sebuah manifestasi adanya spirit bersifat komersial dalam Al Quran.
Jika kita simak dengan seksama, menurut Adiwarman Karim (2002), ilmu ekonomi merupakan warisan peradaban manusia yang dapat diibaratkan sebagai bangunan bertingkat, dimana setiap kaum telah memberikan kontribusi pada zamannya masing-masing dalam mendirikan bangunan tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan pemikiran Ekonomi Islam, para ulama yang merupakan guru kaum muslimin tidak menolak pemikiran para filosof dan ilmuwan non Muslim asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Para ulama dan pakar ekonomi Islam, saat ini, berusaha mengembangkan Ekonomi Islam sesuai dengan dalil naqli dan dalil aqli, meskipun pengaruh pemikiran ekonom Barat masih terasa.
Kegiatan sosial-ekonomi (muamalah) dalam Islam mempunyai cakupan luas dan fleksibel, serta tidak membedakan antara Muslim dan Non Muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, yaitu “dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”. Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.

Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan, yakni:

1. Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);
2. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
4. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari sistem perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Ekonomi Syariah dapat dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:

1. Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an)
2. Ekonomi Akhlaq
3. Ekonomi Kemanusiaan
4. Ekonomi Keseimbangan
Ekonomi Ke-Tuhan-an mengandung arti bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk memenuhi perintah-Nya, yakni beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya, manusia harus berdasarkan aturan-aturan (Syariah) dengan tujuan utama untuk mendapatkan Ridho Allah. Ekonomi Akhlaq mengandung arti bahwa kesatuan antara ekonomi dan akhlaq harus berkaitan dengan sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan demikian seorang Muslim tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkan atau yang menguntungkan tanpa mempedulikan orang lain. Ekonomi Kemanusiaan mengandung arti bahwa Allah memberikan predikat “Khalifah” hanya kepada manusia, karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan tugasnya.
Melalui perannya sebagai “Khalifah” manusia wajib beramal, bekerja keras, berkreasi, dan berinovasi. Sedangkan yang dimaksud dengan Ekonomi Keseimbangan adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan masyarakat secara berimbang.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Islam mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun penganut ajaran Islam sendiri, seringkali tidak menyadari hal itu. Hal itu terjadi karena masih berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis, karena berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami system perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Jakarta  23/4/2013
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman