Rabu, 06 Maret 2013

Pelaku Riba Musuh Allah dan RasulNya



                                          JANGAN Memakan Riba !

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 278-279).

Muqaddimah

Al-Quran menyebutkan riba dalam berbagai ayat, tersusun secara kronologis berdasarkan urutan waktu. Pada periode mekah, turun firman Allah,
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, mak rib itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang yang melipat gandakan pahalanya”. (Ar-Rum [30]: 39)
Pada priode Madinah, turun ayat yang mengharamkan riba secara jelas,
“Hai orang-orang  yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakalah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi”. (Ali-Imran [3]: 130)
Pada ayat-ayat tersebut terkansung pelarangan tegas terhadap mereka yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda, karena tidak dibolehkan adanya penambahan pada modal pokok. Ayat terakhir disebut diatas merupakan ayat terakir yang berbicara tentang riba. 
Riba merupakan kabair ‘dosa besar’. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw bersabda, yang artinya : “Jauhilah olehmu tujuh hal yang dapat membinasakan. Orang-orang bertanya, apa tujuh itu, wahai Rasulullah ? “ia menjawab,  “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuai dengan hak, memekan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri waktu datang serangan musuh dan menuduh wanita mukmin yang suci”.
Allah melaknat semua pihak yang ikut serta dalam akad riba, orang yang berhutang, orang yang mengutangkannya, penulis yang mencatat berikut para saksinya. 
Definisi Riba
Secara literal, riba bermakna tambahan (al-ziyadah)
 Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi.
 Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya
 Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.
Dalam Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah, disebutkan; menurut syariat, riba adalah aqad bathil dengan sifat tertentu, sama saja apakah di dalamnya ada tambahan maupun tidak. Perhatikanlah, anda memahami bahwa jual beli dirham dengan dirham yang pembayarannya ditunda adalah riba; dan di dalamnya tidak ada tambahan.
Di dalam Kitab Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan).
Macam-Macam Riba
a. Riba yadd
Riba jenis ini terjadi karena adanya penundaan dalam membayar suatu barang. Kedua belah pihak yang melakukan transaksi ini telah terpisah dari tempat aqad sebelum diadakannya serah terima barang.
b. Riba nasaa’
Riba ini adalah penambahan nilai atas sanksi yang diberikan pihak pemberi hutang kepada orang yang melakukan hutang karena keterlambatan pembayaran hutang yang tidak sesuai dengan waktu jatuh tempo pembayaran.
c. Riba qardl
Peminjaman uang atau barang kepada orang lain dengan syarat si peminjam akan memberikan kelebihan atau keuntungan terhadap pihak yang memberikan pinjaman.
d. Riba fadlal
Riba jenis ini adalah mengambil kelebihan atau penambahan nilai dari adanya pertukaran barang yang sejenis.
Hukum Riba
Riba, hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ umat Islam:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 278-279).
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS Al-Baqarah: 275).
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah.” (QS Al-Baqarah: 276).
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu, ya Rasulullah?” Jawab Beliau, “(Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allah, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari V: 393 no: 2766, Muslim I: 92 no: 89, ‘Aunul Ma’bud VIII: 77 no: 2857 dan Nasa’i VI: 257).
Ancaman Riba
Dari Jabir ra, ia berkata. “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Shahih: Mukhtasar Muslim no: 955, Shahihul Jami’us Shaghir no: 5090 dan Muslim III: 1219 no: 1598).
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dosanya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3539 dan Mustadrak Hakim II: 37).
Dari Abdullah bin Hanzhalah ra dari Nabi saw bersabda, “Satu Dirham yang riba dimakan seseorang padahal ia tahu, adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3375 dan al-Fathur Rabbani XV: 69 no: 230).
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Tak seorang pun memperbanyak (harta kekayaannya) dari hasil riba, melainkan pasti akibat akhirnya ia jatuh miskin.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5518 dan Ibnu Majah II: 765 no: 2279).
Hikmah diharamkan riba
Adapun hikmah diharamkan riba yaitu sebagai berikut :
 1. Riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan juga
v menghilangkan saling tolong menolong sesama manusia. Padahal semua agama terutama Islam, sangat menganjurkan untuk saling menolong untuk membenci orang-orang yang mengutamakan kepentingan sendiri.
 2.Riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta
v tanpa kerja menjadi benalu yang tumbuhan diatas hasil jerih payah orang lain.
 3.Islam mengajak manusia agar suka mendermakan hartanya kepada
v saudaranya yang membutuhkan. Untuk itu dia mendapat ganjaran yang besar, seperti janji Allah dalam Al-Quran.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menanbah di sisi Allah. Dan apa yang kau berikan berupa zakat yang kamu maksudkan mendapat ridha Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya”. ( Ar-Ruum[30]; 39) 
Hukuman bagi Pelaku Riba
Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata: “Allah I mengabarkan tentang pemakan riba dan jeleknya akibat yang mereka tuai. Di-kabarkan bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka pada hari kebangkitan nanti melainkan ‘seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila’. Mereka bangkit dari kubur dalam keadaan bingung, mabuk, goncang, dan merasa pasti akan ditimpakan hukuman yang besar serta bencana yang menyulit-kan….” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 117)
Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz t berkata: “Ayat-ayat yang mulia di atas menunjukkan secara jelas tentang kerasnya keharaman riba, dan bahwa perbuatan riba termasuk dosa besar yang memasukkan pelakunya ke dalam neraka. Sebagaimana pula ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah I akan memus-nahkan penghasilan orang yang melakukan riba dan menyuburkan sedekah. Yakni, Allah I menjaga dan menumbuhkembangkan harta sedekah untuk pelakunya sehingga harta yang sedikit menjadi banyak, bila diperoleh dari penghasilan yang baik. Dalam ayat yang akhir disebutkan secara jelas bahwa orang yang melakukan riba adalah orang yang memerangi Allah I dan Rasul-Nya. Yang wajib dia lakukan adalah bertaubat kepada Allah I dan mengambil pokok dari hartanya tanpa tambahannya.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Muta-nawwi’ah, 19/256-257)
Al-Imam Al-Mawardi t ketika menafsirkan ayat:
“Maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.” (Al-Baqarah: 278)
Beliau berkata: “Makna ayat ini ada dua sisi:
Pertama: Jika kalian tidak berhenti dari perbuatan riba, maka Aku (Allah I) akan memerintahkan Nabi untuk memerangi kalian.
Kedua: Jika kalian tidak berhenti dari perbuatan riba, berarti kalian adalah orang yang diperangi (dianggap sebagai musuh) oleh Allah I dan Rasul-Nya.” (An-Nukat wal ‘Uyun, 1/352)
Dari empat ayat dalam Surat Al-Baqarah di atas, dapat disimpulkan bahwa akibat buruk/ hukuman yang diperoleh pelaku riba adalah sebagai berikut:
1.    Dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti seperti orang gila karena kerasukan setan.
Qatadah t berkata: “Yang demi-kian itu merupakan tanda pada hari kiamat bagi orang yang melakukan riba. Mereka dibangkitkan dalam keadaan berpenyakit gila.”
Adapula yang memaknakan: “Manu-sia pada hari kiamat nanti keluar dari kubur mereka dengan segera. Namun pemakan riba menggelembung perutnya, ia ingin segera keluar dari kuburnya, namun ia terjatuh. Jadilah dia seperti keberadaan orang yang jatuh bangun kesurupan karena gila.” (Fathul Bari, 4/396)
2.    Diancam kekal dalam neraka.
3.    Harta yang diperoleh dari riba akan dihilangkan barakahnya. Bila pelakunya menginfakkan sebagian dari harta riba tersebut, niscaya ia tidak akan diberi pahala, bahkan akan menjadi bekal bagi dia untuk menuju neraka. Demikian dinyatakan Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t.
4.    Allah I berfirman:
“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Al-Baqarah: 276)
Al-Imam Asy-Syaukani t menafsir-kan: “Yakni Allah I tidak mencintai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Karena kecintaan itu dikhususkan bagi orang-orang yang bertaubat. Dalam ayat ini ada ancaman yang berat lagi besar bagi orang yang melakukan riba, di mana Allah I menghukuminya dengan kekafiran3 dan menyifatinya dengan selalu berbuat dosa.” (Fathul Qadir, 1/403)
5.    Mendapatkan permusuhan dari dan siap berperang dengan Allah I serta Rasul-Nya.
Dari hadits Rasulullah n yang disebut-kan di awal pembahasan pun kita dapatkan ‘uqubah atau hukuman yang didapatkan oleh pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah ribawi dan menjadi saksi atas muamalah ribawi tersebut. Sehingga kita dapatkan kejelasan tentang haramnya tolong menolong di atas kebatilan. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 11/28)
JAKARTA  7/3/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman