Jumat, 15 Februari 2013

REZKI Sebuah UJIAN






                   MENCARI REZKI
DARAT,LAUT,UDARA

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS: Ibrahim [14]: 34).
مَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku” . (QS. Al Fajr :15-16)
Rezki Allah
Itulah mengapa Allah mengingatkan manusia bahwa nikmat (rizki) Allah terhadap manusia sungguh tidak akan pernah bisa dihitung. Sebab, Allah telah menyediakan untuk umat manusia apa saja yang manusia perlukan pada segala situasi dan kondisi.
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS: Ibrahim [14]: 34).
Makna Rezki
Kaum muslimin banyak yang memiliki pandangan keliru tentang rizki. Banyak yang memahami bahwa rejeki itu diperoleh dari hasil usahanya sendiri. Jika orang bekerja keras kemudian menerima gaji, hal itu dianggap dari hasil usahanya. Ada juga yang sebaliknya, Menganggap bahwa rezeki itu datangnya dari Allah semata. Usaha manusia itu tidak ada gunanya. Manusia cukup hanya pasrah pada Allah. Apapun yang diberikan Allah, itulah rejeki kita.
Alhamdulillah, baru saja dapat rezeki”. Ketika mendengar kalimat ini, kebanyakan orang berpikir bahwa obyek yang sedang dibicarakan dalam kalimat tersebut adalah rezeki duniawi, lebih khusus lagi adalah rezeki berupa harta. Kalau kita mau mencermati, sebenarnya rezeki berupa harta adalah sebagian saja dari rezeki yang Allah berikan kepada makhluk-Nya. Namun, sifat kebanyakan manusia yang jauh dari rasa syukur dan lebih berorientasi dengan gemerlap dunia yang fana, terkadang hanya membatasi rezeki dengan harta duniawi semata. Padahal sesungguhnya Allah Ta’ala telah banyak memberi rezeki kepada manusia dengan bentuk yang beragam.
Rezeki telah Ditentukan
Perlu diperhatikan, bahwa seluruh rezeki bagi makhluk  telah Allah tentukan. Kaya dan miskin, sakit dan sehat, senang dan susah, termasuk juga ilmu dan amal shalih seseorang pun telah ditentukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.”(HR. Bukhari 3208 dan HR.Muslim 2643)
Dengan mengetahui hal ini, bukan berrati kita pasarah dan tidak berusaha mencari rezeki. Sebagian orang memiliki anggapan yang salah dalam memahami hal ini. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan usaha sama sekali. Sunngguh, ini adalah kesalah yang nyata.  Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari bersikap malas? Apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa, termasuk dalam mencari rezeki, karena semuanya sudah merupakan ketetapan Allah.  Oleh karena itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز وإن أصابك شيء فلا تقل لو أني فعلت كان كذا وكذا ولكن قل قدر الله وما شاء فعل
“Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan jangalah kamu malas! Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan :’Seaindainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’, tetapi katakanlah : ‘Qoddarullahu wa maa sya’a fa’ala” (HR. Muslim 2664)

Rezeki Umum dan Rezeki Khusus
1. Rezeki yang sifatnya umum (الرزق العم )
Yakni segala sesuatu yang memberikan manfaat bagi badan,  berupa harta, rumah, kendaraan,  kesehatan, dan selainnya, baik berasal dari yang halal maupun haram. Rezeki jenis ini Allah berikan kepada seluruh makhluk-Nya, baik orang muslim maupun orang kafir.
Banyaknya pemberian jenis rezeki yang pertama ini tidak menunjukkan kemuliaan seseorang di sisi Allah. Begitu pula sedikitnya rezeki dunia yang Allah berikan kepada seseorang tidak menunjukkan kehinaan orang tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku” . (QS. Al Fajr :15-16)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala berfirman mengingkari keyakinan (sebagian) manusia. (Maksud ayat ini) bahwasanya jika Allah meluaskan rezeki mereka tujuannya adalah untuk menguji mereka dengan rezeki tersebut. Sebagian orang meyakini bahwa rezeki dari Allah merupakan bentuk pemuliaan terhadap mereka. Namun yang benar bukanlah demikian, bahkan rezeki tersebut merupakan ujian dan cobaan untuk mereka sebagaimana firman Allah :
. نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَّا يَشْعُرُونَ. أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِ مِن مَّالٍ وَبَنِينَ
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa),Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar” (QS. Al Mu’minun:55-56).
Demikian pula sebaliknya. Jika Allah memeberinya cobaan dan mengujinya dengan menyempitkan rezekinya, sebagian orang menyangka Allah sedang menghinakannya. Maka Allah katakan : { كَلا } (sekali-kali tidak). Yang dimaksud bukanlah seperti persangkaan mereka. Allah memberikan harta kepada orang yang Allah cintai dan kepada orang yang tidak Allah cintai. Allah juga menyempitkan harta terhadap orang yang Allah cintai maupunn orang yang tidak dicintai-Nya.  Sesungguhnya semuanya bersumber pada ketaatan kepada Allah pada dua kondisi tersebut (baik ketika mendapat rezeki yang luas maupun rezeki yang sempit). Jika seseorang  kaya (mendapat banyak rezeki harta) dia bersyukur kepada Allah dengan pemberian tersebut, dan jika miskin (sempit rezeki) dia bersabar.” (Tafsiru al Quran al ‘Adzim, Imam Ibnu Katsir rahimahullah)
Banyak sedikitnya rezeki duniawi adalah ujian semata, bukan standar kecintaan Allah terhadap hamba. Rezeki harta sebagai ujian Allah atas hamba-Nya, untuk mengetahui siapakah di antara hambanya yang bersyukur dan bersabar.
2. Rezeki yang sifatnya khusus (الرزق الخاص )
Yakni segala sesuatu yang membuat tegak agama seseorang. Rezeki jenis ini berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih serta semua rezeki halal yang membantu seseorang untuk taat kepada Allah. Inilah rezeki yang Allah berikan khusus kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Inilah rezeki yang hakiki, yang menghantarkan seseorang akan mendpat kebahagiaan dunia akherat.
Rezeki jenis ini Allah khususkan bagi orang-orang mukmin. Allah menyemprunakan keutamaan bagi mereka, dan Allah anugerahkan bagai mereka surga di hari akhir kelak.  Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحاً يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقاً
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya “ (QS. Ath Thalaq:11).
Maha Pemberi Rezki
Dari nama Allah Ar Rozzaq dan Ar Rooziq terkandung didalamnya sifat rezeki {الرزقُ} (ar ruzqu). Dalam siifat ar ruzqu bagi Allah, terkandung di dalamnya dua makna, yaitu banyaknya rezeki yang Allah berikan pada setiap makhluk, dan banyak/luasnya jumlah makhluk yang mendapat rezeki dari-Nya :
1. Rezeki yang banyak
Maksudnya rezeki yang Allah berikan kepada setiap makhluknya sangat banyak. Masing-masing makhluk Allah mendapat jatah rezeki yang banyak.  Kita sebagai manusia mendapat rezeki berupa nikmat yang sangat banyak. Nikmat sehat, anggota tubuh yang sempurna,  tempat tinggal, keluarga, harta, dan masih banyak nikmat-nikmat yang lainnya. Itu semua merupakan rezeki dari Allah  yang sangat banyak dan tak terhingga. Allah Ta’ala berfirman :
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim:34)
2. Rezeki yang luas
Rezeki yang Allah berikan meliputi seluruh makhluk-Nya sesuai dengan kondisinya masing-masing. Masing-masing setiap makhluk mendapat rezeki yang banyak dari Allah. Manusia, jin, seluruh binatang dan tumbuhan, serta semua yang ada di langit dan di bumi mendapat rezeki dari Allah. Seluruh makhluk tersebut dipenuhi rezekinya oleh Allah semata. Ini menunjukkan luasnya rezeki yang Allah berikan pada makhluk-Nya. Allah berfirman :
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberinya rezeki“ (QS. Huud:6)
Rezki yang Berkah
“Berkah” atau “al-barakah” bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab atau melalui dalil-dalil dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan bahwa “al barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung.
Secara ilmu bahasa, “al-barakah” berarti “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan.” (Al-Misbah al-Munir oleh al-Faiyyumy 1/45, al-Qamus al-Muhith oleh al-Fairuz Abadi 2/1236, dan Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur 10/395).
Imam an-Nawawi berkata, “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” (Syarah Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 1/225).
Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka “al-barakah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “al-barokah” dalam ilmu bahasa.
Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam al-Qur’an, dan as-Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan beberapa dalil berikut:
1. Dalil Pertama
]وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ [  (ق: 9-11)
"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa kemanfaatan), lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingi-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan." (Qs. Qaaf: 9-11).
Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negeri yang dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah, menjadi negeri gemah ripah loh jinawi (kata orang jawa) atau
]بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ [ (سبأ: 15)
“(Negerimu adalah) negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Qs. Saba’: 15).
Demikianlah Allah Ta’ala menyimpulkan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal shaleh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, bahwa dahulu wanita kaum Saba’ tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas dikebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, bahwa dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 3/531).
2. Dalil Kedua
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari Kiamat, beliau bersabda,
(يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس). رواه مسلم
“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor unta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (HR. Imam Muslim).
Ibnu Qayyim berkata, “Tidaklah kelapangan rizeki dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi, kelapangan rizeki dan umur diukur dengan keberkahannya.” (Al-Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim, 56).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sungguh, dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: ‘Ini adalah gandum hasil panen masa keadilan ditegakkan.’” (Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, 4 / 363 dan Musnad Imam Ahmad bin Hambal, 2/296).
Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima hanya mencukupi satu orang.
3. Dalil Ketiga
عن عُرْوَةَ بن أبي الجعد البارقي رضي الله عنه أَنَّ النبي صلّى الله عليه وسلّم أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي له بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى له بِهِ شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا له بِالْبَرَكَةِ في بَيْعِهِ. وكان لو اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فيه. رواه البخاري
“Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy radhillahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan padanya.” (HR. al-Bukhary).
Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Jakarta 16/2/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman