Selasa, 15 Januari 2013

SABARLAH !

SABAR Bersama Allah



Makna Sabar


Kata Shabr terdiri atas huruf shad, ba dan ra, merupakan bentuk mashdar dari kata shabara. Dari segi bahasa, kata shabara memiliki arti, jika diikuti partikel ‘ala berarti sabar atau tabah hati, partikel ‘an berarti amsaka (Manahan atau mencegah), partikel hu berarti akraha wa alzama (memaksa dan mewajibkan), dan partikel bi berarti kafala (mananggung). Sebagai contoh : “Shabartu ‘ala ma akrah wa shabartu ‘an ma uhibb” (saya bersabar atau tabah hati terhadap apa yang saya benci dan menahan atau mencegah diri dari yang saya sukai). Menurut Luwis Ma’luf, shabara diikuti partikel ala bermakna luas: jaru’a (berani), sajja’a (memberi semangat) dan tajallada (memberi kekuatan).


Lawan dari al-sabr adalah al-juz’a (tidak sabar, gelisah, bersedih hati, putus asa, putus harapan, cemas, khawatir, risau). Sebagai contohnya termuat dalam firman Allah SWT SWT yang artinya :


Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)


Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:


Sabar Menurut Al-Qur’an


Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam;


1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."


Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.


2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"


3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."


4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."


5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."


6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."


Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.


Sabar Menurut Hadis


Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;


1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim)


2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)


3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)


4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim)


5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)


6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)


7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah." (HR. Bukhari)



8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)


9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim)


Macam-Macam Sabar


Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:

1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah

2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah

3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)


Sedangkan Ibn ‘Ata’illah membagi sabar menjadi 3 macam sabar terhadap perkara haram, sabar terhadap kewajiban, dan sabar terhadap segala perencanaan (angan-angan) dan usaha.


Sabar terhadap perkara haram adalah sabar terhadap hak-hak manusia. Sedangkan sabar terhadap kewajiban adalah sabar terhadap kewajiban dan keharusan untuk menyembah kepada Allah. Segala sesuatu yang menjadi kewajiban ibadah kepada Allah akan melahirkan bentuk sabar yang ketiga yaitu sabar yang menuntut salik untuk meninggalkan segala bentuk angan-angan kepada-Nya.


“Sabar atas keharaman adalah sabar atas hak-hak kemanusiaan. Dan sabar atas kewajiban adalah sabar atas kewajiban ibadah. Dan semua hal yang termasuk dalam kewajiban ibadah kepada Allah mewajibkan pula atas salik untuk meniadakan segala angan-angannya bersama Allah”.


Sabar Menuntut Ilmu


Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa banyak gangguan yang harus dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar untuk menahan rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu dengan cara menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.


Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang pernah mengatakan, “Ilmu itu tidak akan didapatkan dengan banyak mengistirahatkan badan”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam Muslim. Terkadang seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat darinya, apalagi orang lain yang hubungannya jauh darinya, hanya karena kegiatannya menuntut ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang yang mendapatkan anugerah ketegaran dari Allah.” (Taisirul wushul, hal. 12-13)


Sabar Mengamalkan Ilmu


Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal ahwaa’ yang menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.


Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan terkadang berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan kedua-keduanya. Dan kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api, maka cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong” (Taisirul wushul, hal. 13)


Sabar Dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”


Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para da’i pengajak kesyirikan tegak di hadapannya, begitu pula para pengikut dan orang-orang yang mengenyangkan perut mereka dengan cara itu. Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As Sunnah maka akan ditemuinya para pembela bid’ah dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan dan berbagai kemungkaran niscaya akan ditemuinya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.


Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi dakwahnya karena dia telah menghalangi mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang selama ini mereka tekuni.” (Taisirul wushul, hal. 13-14)


Sabar Membela Islam


Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu yang tetap berpegang teguh dengan Islam meskipun harus merasakan siksaan ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang pasir yang panas (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122). Ingatlah bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan yang dialami oleh Ammar bin Yasir dan keluarganya. Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat keji sehingga mati sebagai muslimah pertama yang syahid di jalan Allah. (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122-123)


Lihatlah keteguhan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya bersumpah mogok makan dan minum bahkan tidak mau mengajaknya bicara sampai mati. Namun dengan tegas Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan, “Wahai Ibu, demi Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu persatu keluar, sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini…” (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 133) Inilah akidah, inilah kekuatan iman, yang sanggup bertahan dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai dan topan kehidupan.


Sabar Menjauhi Maksiat


Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah, sehingga dia berusaha menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. Dan tidaklah umat-umat terdahulu binasa kecuali karena disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah ‘azza wa jalla di dalam muhkam al-Qur’an.


Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar petir, ada pula yang dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di antara mereka yang di rubah bentuk fisiknya (dikutuk).”


Pentahqiq kitab tersebut memberikan catatan, “Syaikh memberikan isyarat terhadap sebuah ayat, “Maka masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 40).


Sabar Menerima Takdir


Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17)


Sabar Menurut Sufi


Sabar, kata Abu Ali Daqaq, adalah kondisi keluar dari suatu bencana sebagaimana sebelum terjadinya bencana itu. Orang yang menganggap dirinya telah sabar, kata dia, maka ia hakikatnya belum bersabar. Kondisi sabar itu ialah menganggap bahwa apa yang dialami itu sama dengan apa yang telah ia alami dan yang akan ia alami di kemudian hari. Ia tidak membedakan kondisi dulu, sekarang dan nanti. Orang bersabar itu tidak ditandai dengan mengeluh dengan kondisi-kondisi itu. Sabar itu bukan sekedar mengatakan, :


"Sabar saja, nanti juga gajian turun," atau kallimat, "Kamu sabar saja menunggu. Nanti dia akan datang".


Sabar, bagi seorang sufi, adalah maqam (tingkatan) yang tinggi dalam ajaran tasawuf. Bahkan Abu Nasr as-Siraji meletakkan maqam sabar pada tingkat kelima dari tujuh tingkat dalam ajaran tasawuf. Maqam sabar lebih tinggi dari maqam taubat (kembali pada Allah), Wara'(menghindar dari hal jelek), Zuhud(tidak tergiur oleh dunia). dan faqir(merasa kurang secara ruhani). Di atas sabar ada maqam yang lebih tinggi lagi, yaitu tawakkal (kepasrahan pada Allah) dan ridha (kerelaan pada Allah).


Menurut ulama al-Muhasibi yang wafat pada tahun 243 H/857.M, sabar adalah “mengurung diri tempat penghambaan (‘ubudiyah) dan memandang rasa gelisah, berarti telah berada di maqam penghambaan (‘ubudiyah)”. Menurut imam Dzu al-Nun yang wafat pada tahun 246.H/861.M, sabar berarti “menghindarkan diri dari pertentangan (al-mukhalafah), tenang sewaktu ditimpa musibah, dan menampakkan diri kaya sewaktu mengalami kefakiran”. Menurut Imam Sahl al Tustari yang wafat pada tahun 283.H/896.M, sabar adalah “menunggu datangnya pertolongan Allah SWT SWT . Menurut imam Al-Junaidi yang wafat tahun 297.H/910.M sabar berarti “ketabahan hati seorang mukmin karena Allah SWT SWT , sehingga berlalu masa-masa yang tidak disukai”. Sedangkan menurut imam al-Makky yang wafat 387.H/1001.M, sabar yaitu “mengendalikan kebutuhan hawa nafsu dan memaksanya mujahadah agar dicapai keridhaan Tuhan.


Imam al-Ghazali pada dasarnya memiliki pandangan yang sama dengan tokoh-tokoh di atas bahwa sabar adalah mengendalikan diri untuk tidak melakukan tindakan tercela dan di luar norma-norma agama dalam segala kondisi hidup yang dihadapi. Kemiripan Imam al-Ghazali secara eksplisit semakin dekat dengan Imam al-Makki bahwa sabar adalah mengendalikan keinginan hawa nafsu sebagai uasaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Pengendalian hawa nafsu diperlukan dalam setiap situasi dan kondisi hidup baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang.


Meningkatkan Kesabaran


Ketidaksabaran (baca; isti'jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;


1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.


2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.


3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.


4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.


5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)

6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.


7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.


Demikianlah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu'min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.


Maqam Sabar


Dalam pandangan Imam al-Ghazali sabar pada mulanya merupakan hal. Pada kondisi ini seseorang belum mampu bersabar secara konsisten. Untuk menjadi maqam dibutuhkan latihan (riyadhah) dan kesungguhan (al-mujahadah) sehingga sabar menjadi mudah dilakukan secara konsisten. Apabila telah mudah dan dapat dilakukan dalam segala situasi dan kondisi secara konsisiten maka seseorang telah mencapai maqam sabar. Imam al-Ghazali mengatakan: “Apabila motivasi religius teguh sehingga mampu mengalah kan dorongan syahwat, dan secara kontinu menentang syahwat, berarti telah menang pasukan Allah SWT dan dia termasuk orang yang sabar”.Di lain tempat ia menegaskan : “apabila motivasi religius teguh menghadapi dorongan hawa nafsu sehingga dapat mengalahkannya, maka telah dicapai maqam sabar”


Dari penjelasan di atas terlihat orisinalitas ajaran Imam al-Ghazali mengenai hakikat sabar. Baginya sabar adalah mengendalikan diri dengan cara mengatakan motivasi religius sewaktu muncul godaan yang lahir dari motivasi hawa nafsu.


Ibn ‘Ata’illah membagi sabar menjadi 3 macam sabar terhadap perkara haram, sabar terhadap kewajiban, dan sabar terhadap segala perencanaan (angan-angan) dan usaha.

Sabar terhadap perkara haram adalah sabar terhadap hak-hak manusia. Sedangkan sabar terhadap kewajiban adalah sabar terhadap kewajiban dan keharusan untuk menyembah kepada Allah. Segala sesuatu yang menjadi kewajiban ibadah kepada Allah akan melahirkan bentuk sabar yang ketiga yaitu sabar yang menuntut salik untuk meninggalkan segala bentuk angan-angan kepada-Nya.

“Sabar atas keharaman adalah sabar atas hak-hak kemanusiaan. Dan sabar atas kewajiban adalah sabar atas kewajiban ibadah. Dan semua hal yang termasuk dalam kewajiban ibadah kepada Allah mewajibkan pula atas salik untuk meniadakan segala angan-angannya bersama Allah”.


Sabar bukanlah suatu maqam yang diperoleh melalui usaha salik sendiri. Namun, sabar adalah suatu anugerah yang diberikan Allah kepada salik dan orang-orang yang dipilih-Nya.

Maqam sabar itu dilandasi oleh keimanan yang sempurna terhadap kepastian dan ketentuan Allah, serta menanggalkan segala bentuk perencanaan (angan-angan) dan usaha.


Al-Syibli, seorang sufi, ditanya oleh seorang pemuda mengenai sabar. ''Sabar macam apa yang paling sulit?'' tanya pemuda itu. ''Sabar demi Allah,'' jawab Al-Syibli. ''Bukan,'' tolak si pemuda. ''Sabar dalam Allah,'' jawab Al-Syibli. ''Bukan,'' katanya. ''Sabar dengan Allah,'' ucapnya. ''Bukan,'' bantahnya. ''Terkutuklah kamu, sabar macam apa itu?'' kata Al-Syibli jengkel. ''Sabar dari Allah,'' jawab pemuda itu. Al-Syibli menangis, lalu pingsan.


Dialog ini menjelaskan kepada kita mengenai tingkatan sabar bagi kaum sufi. Sabar dari Allah (ash-shabr 'an Allah) paling sulit ditempuh dari tingkatan sabar lainnya. Untuk mencapai maqam ini, Ali bin Abi Thalib selalu berdoa, ''Ya, Tuhanku, Junjunganku, Pelindungku! Sekiranya aku bersabar menanggung siksa-Mu, bagaimana aku mampu bersabar berpisah dari-Mu?!''


Sedang bagi orang awam seperti kita, ada tiga tingkatan sabar seperti dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam Al-Kafi. Ali bin Abi Thalib berkata, ''Rasulullah bersabda, 'Ada tiga macam sabar: sabar ketika menderita, sabar dalam ketaatan, dan sabar untuk tidak membuat maksiat.


Orang yang menanggung derita dengan sabar dan senang hati, maka Allah menuliskan baginya tiga ratus derajat (yang tinggi), ketinggian satu derajat atas derajat lainnya seperti jarak antara bumi dan langit. Dan orang yang sabar dalam ketaatan, maka Allah menuliskan baginya enam ratus derajat (yang tinggi), ketinggian satu derajat atas derajat lainnya seperti derajat antara dalamnya bumi dan 'Arsya. Dan orang yang sabar untuk tidak berbuat maksiat, maka Allah menuliskan baginya sembilan ratus derajat (yang tinggi), ketinggian satu derajat atas derajat lainnya seperti jarak antara dalamnya bumi dan batas-batas terjauh 'Arsy.''


Sabar ketika menderita berarti kita tabah menghadapi musibah dan bencana yang ditimpakan oleh Allah (Q.S. 2:155-57), sebagai ujian untuk menyadarkan kita. Sabar dalam ketaatan berarti kita menahan kesusahan dalam menjalankan ibadah. Contoh konkret, para calhaj harus bersabar ketika pemberangkatannya tertunda. Sabar dalam musibah adalah sumber ridha atau puas menerima takdir Allah. Sabar dalam ketaatan merupakan sumber keakraban dengan Allah. Dan, sabar tidak berbuat dosa adalah sumber ketakwaan diri kepada Allah.


Keutamaan Sabar


Sabar merupakan akhlak utama yang diajarkan agama Islam. Hal ini dapat dipahami dari banyaknya ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang membicarakannya, baik dalam bentuk perintah, larangan maupun contoh orang-orang sukses karena sikap sabar yang mereka miliki. Bila dibandingkan dengan akhlak Islami lainnya, sabar paling banyak dibicarakan untuk mempraktekkan sikap sabar.


Sikap sabar dibutuhkan dalam segala tempat, waktu dan aktivitas hidup. Tidak ada suatu pun perjuangan, baik yang berorientasi pada kesejahteraan duniawi maupun berorientasi pada kebahagiaan ukhrawi yang tidak membutuhkan kesabaran. Orang yang tidak sabar dalam mewujudkan keinginannya, maka segala usaha yang dilakukan tidak akan membawa hasil yang maksimal. Bahkan kegagalan dalam perjuangan tersebut diasebabkan ketidak sabaran.


Menurut Dr. Mohd Yusuf Al Qardhawi, sabar merupakan sebesar-besar akhlak al-quran. Ini kerana menurut beliau kalimah sabar ini seringkali disebut didalam kitab suci itu. Manusia sering diingatkan supaya bersabar. Dalam al-quran, sabar ini bukan sahaja merujuk kepada surah-surah makkiyah iaitu surah-surah yang mengajar manusia tentang iman tetapi juga surah-surah madaniyah yang menerangkan tentang cara hidup manusia mukmin.


Menurut Imam Al-Ghazali pula, dalam kitab As-Sabr Wa As-Sykr Daru Rubu’ Al Munajiyat, dari kitab induknya Ihya Ulumud Din , kalimah sabar dalam al quran terdapat melebihi tujuh puluh tempat.


Menurut Ibnu Qayyim pula dalam kitabnya Madarij As Salikin, memetik dari iman ahmad menerangkan sabar dalam quran itu disebut melebihi sembilan puluh tempat.


Menurut Abu Thalib Al Makki pula dalam Kitana Qut Al-Qulub memetik dari sebilangan ulama katanya maka satu perkataan lagi yang melebihi kalimah sabar. Aesungguhnya allah taala telah menyebut tentangnya dalam kitabnya melebihi sembilan puluh tempat dan kami tidak mengetahui perkataan itu melainkan orang-orang yang sabar.



Akan tetapi, untuk mempraktekkan sikap ini bukanlah hal yang mudah. Orang yang sabar mesti berjuang keras untuk menundukkan dorongan dan keinginan hawa nafsunya, terutama nafsu emosi dan nafsu syahwat. Oleh sebab itu, pembicaraan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi mengenai akhlak sabar, disamping berbentuk perintah, larangan dan contoh tokoh yang sukses, adalah juga menjelaskan keutamaan-keutamaan yang akan diperoleh orang yang sabar. Keutamaan akhlak sabar antara lain adalah;


1. Sabar Merupakan Nama dan Akhlak Allah SWT


Allah SWT memiliki 99 nama yang baik (al-Asma’ al-Husna). Nama-nama ini sekaligus merupakan sifat yang menggambarkan kesempurnaan sifat Allah SWT yang berkaitan dengan kesabaran, yaitu : al-Shabur (Maha Sabar) dan al-Halim (Maha Lembut).


Imam Ibn Manzhur yang wafat pada tahun 711.H menjelaskan, al-Halim sebagai atribut: Allah SWT memiliki pengertian yang sama dengan al-Shabur. Arti yang terkandung dalam al-Halim adalah bahwa Allah SWT tidak murka terhadap pelanggaran orang durhaka, dan dalam al-Shabur bahwa Allah SWT tidak mempercepat hukuman kepada mereka. Perbedaan antara keduanya, orang durhaka mencemaskan hukuman (siksa) dari perbuatan maksiatnya pada al-Shabur, tidak dalam al-Halim


Manusia (al-insaan) diperintahkan berakhlak sesuai akhlak Allah SWT sebagai al-Shabur dan al-Halim. Menurut Imam al-Ghazali , pentingnya seseorang berprilaku seperti nama-nama Allah SWT dapat menghantarkan kepada kesempurnaan (al-kamal) dan kebahagiaan (al-Sa’adah). Allah SWT Maha Adil memberikan aspirasi dan sugesti agar bersikap adil;, Maha Pengasih (al-Rahman) dan Maha Penyayang (al-Rahim) memberi sugesti agar bersikap kasih saying, Maha Sabar (al-Shabur) memberi motivasi agar bersikap sabar, Allah SWT Maha Lembut (al-Halim) memberi contoh untuk penyantun atau lemah lembut dan seterusnya. Imam al-Ghazali berkata: “Kesempurnaan dan kebahagiaan hamba sangat berkaitan dengan tata cara berakhlak (al-takhalluq) dengan akhlak Allah SWT , serta menghiasi diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.


2. Sabar Merupakan Sifat Nabi dan Rasul.


Para nabi dan rasul merupakan orang yang paling berat mendapatkan ujian berdasarkan sebuah hadits yang artinya: Orang yang paling keras mendapatkan ujian adalah para nabi, kemudian para ulama kemudian semisal mereka (tsuma al-amstal), kemudian semisal mereka (fa al-amtsal) Hadits Riwayat Bukhari)


Ujian yang mereka terima dalam bentuk berbeda-beda. Ada yang berbentuk penyakit atau kehilangan keluarga sebagaimana menimpa Ayyub as, ujian untuk taat seperti terjadi pada Ibrahim As, ujian kesedihan seperti dialami Ya’qub As sewaktu berpisah dengan putra kesayangannya Yusuf As dan Benyamin, ujian mengendalikan nafsu syahwat seperti dialami Yusuf As sewaktu digoda oleh Zulaikha, atau berbentuk siksaan dan penganiayaan seperti yang terjadi pada nabi Muhammad Saw.


Mereka semua berhasil menghadapi berbagai ujian tersebut. Al-Qur’an menyatakan bahwa senjata yang mereka gunakan, terutama para rasul yang mempunyai keteguhan hati (ula al-‘azam) yakni Nuh As, Ibrahim As, Musa As, Isa As dan Muhammad Saw adalah sabar.Allah SWT berfirman yang artinya :


Dan sesungguhnya telah didustakan pula rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar, terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. (al-Qur’an Surat al-An’am ayat 34)


3. Orang Sabar Dicintai Allah SWT .


Adanya sikap sabar menjadikan seseorang dicintai Allah SWT , sebab orang yang sabar akan patuh melaksanakan kewajiban (al-Shabr fi Allah) dan konsisten meninggalkan semua larangan Allah SWT dan larangan Rasul-Nya (al-sabr li Allah). Ketaatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan merupakan pekerjaan yang sangat berat sehingga orang yang mampu mengatasinya berhak untuk meraih kecintaan Allah SWT.


Sedangkan orang yang tidak sabar akan mendapatkan kemurkaan. Sebabnya karena mereka tidak mampu melaksanakan kewajiban melaksanakan ibadah dan kewajiban meninggalkan kemaksiatan. Oleh sebab itu, menurut Imam al-Ghazali, kaum murtad yang diganti dalam firman Allah SWT :


Hai oprang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. (al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 54).


Orang beriman yang melakukan perbuatan maksiat, menurut Imam al-Ghazali bukan karena mereka tidak mencintai Allah SWT . Tetapi akibat keberadaan mereka dalam tirani hawa nafsu. Sedangkan ketaatan, adalah realisasi kecintaan seorang hamba kepada Tuhan yang dicintai.


4. Sabar Mendatangkan Kesuksesan.


Terdapat banyak ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah SWT akan membantu orang yang sabar, misalnya dalam ayat al-Quran yang artinya :


Ya (Cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka dating menyerang kamu dengan sesewaktu itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. (al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 125)


Ayat di atas menginsyaratankan, apabila orang yang berada di medan perang bersabar, maka Allah SWT akan menurunkan bantuan sehingga mereka dapat meraih kemenangan. Ini sejalan dengan hadits nabi Saw:


“sesungguhnya kemenangan (al-nasr) akan diraih apabila disertai kesabaran”.


Kesabaran sangat dibutuhkan dalam perjuangan. Seseorang yang berada dalam pencarian, akan cepat berhasil apabila disertai kesabaran. Sabar membuat seseorang memiliki mental yang kuat sehingga mampu mengatasi kesulitan-kesulitan. Dalam konteks perjalanan seoprang sufi menuju Tuhan, maka seorang salik tidak dapat meraih derajat kedekatan tersebut tanpa dilandasi sifat sabar.


5. Sabar Membawa Kebaikan


Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Wallah Almust’an.


Jakarta, 24-2-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman